|
P.S It's brotherly love.
A little sister who really wanted much love from her brother.
But he felt bad romance between them then disaster happened.
How sweet they are! |
1
The
Beginning
Pagi itu, Mamma memaksa Belinda
yang sudah berpakaian rapi untuk ikut dengannya mendaftar di sekolah yang telah
Pappa pilihkan untuk Belinda. Langkahnya begitu pelan, Mamma yang memimpin
langkahnya menengok ke belakang untuk melihat Belinda yang
berjalan mengikutinya dan tengah menghentikan langkahnya. Belinda memandangi
Mamma dengan mata tajamnya. Mamma tahu itu artinya Belinda enggan mengikuti perintahnya.
Mamma kembali memutar langkahnya untuk menjumpai Belinda. Belinda tetap bersih
keras tidak mau meninggalkan tempat dimana ia berdiri kaku.
Mamma terus menasihati
Belinda. Sekolah yang Pappa pilihkan memang tidak pernah Belinda inginkan.
Bicara Belinda sangat pandai memutarbalikkan keadaan untuk
membuatnya selalu menjadi benar. Pappa tidak pernah suka dengan sikapnya yang
satu itu. Akhirnya, Pappa memutuskan secara sepihak dan Mamma menyetujuinya. Untuk
yang satu ini Pappa tak perlu meminta persetujuan Belinda untuk menurutinya walau
dalam peranannya Belinda lah yang menjalani. Bagi Pappa, persetujuan dari Mamma
saja itu sudah cukup mewakili jawaban Belinda. Sekolah itu memang cocok untuk
Belinda menurut Pappa.
Saat ini, perlakuan Belinda
masih terbawa suasana anak-anak. Mamma memang memanjakan Belinda tapi berulang
kali juga Mamma memberitahukan Belinda apa itu remaja dan bagaimana cara
seharusnya ia bersikap, tapi itu hanya dapat mengubahnya sesaat. Belinda hanya
bisa menurut jika Pappa sudah mengangkat bicara lalu membentaknya. Pappa tak pernah berperilaku seperti Mamma yang memanjakan anak-anaknya.
Apalagi melihat kelakuan Belinda yang akan membuat Pappa semakin berpikir apa
alasan yang tepat untuk Pappa memanjakannya. Mamma tak perlu membawa pisau,
gunting, atau menghajar Belinda dengan kata-kata keras yang dapat menyakiti
perasaannya. Yang Mamma lakukan adalah berkata bijak dan mengangkat handphone-nya dengan alasan menghubungi Pappa dan meminta Pappa segera pulang untuk
mengurusi Belinda. Seketika, Belinda segera menuruti Mamma dan mau menerima apa
yang sebenarnya tak Belinda ingini. Pappa adalah hal yang paling Belinda ingini
dan Belinda taati.
Keadaan pun
mencair, Belinda mau mendengar perkataan Mamma. Mamma memegang erat tangan
Belinda dan menuntunnya untuk cepat berjalan. Di dalam mobil Belinda hanya
berpangku tangan sambil cemberut. Mamma yang melihat Belinda lantas
memandanginya dan bekata “Kamu tidak boleh bersikap seperti ini di depan Pappa,
Andah. Kamu tahu apa yang akan Pappa lakukan.”.
“Biar saja Pappa marahi Andah Mma... kapan Pappa
pernah membelaku seperti Pappa membela kakak?”, erang Belinda, dengan nada
tinggi.
“Pappa akan membela kamu, tapi kalau kamunya baik
sayang...”, ucap Mamma, meyakinkan.
“Tidak... Pappa hanya sayang
pada kakak. Apa-apa saja yang kakak mau Pappa selalu membelikannya. Aku
tidak...”, tutur Belinda, membela diri.
Semakin Mamma bicara Belinda bukan semakin mengerti malah
semakin membela diri. Mamma membiarkan Belinda dengan wajah merona dan air yang
membendung di matanya. Mamma tersenyum sambil terus
memperhatikan ke arah jendela melihat apa-apa yang Mamma lewati. Sudah hampir
sampai di sekolah, Belinda masih saja dengan wajah marahnya. Mamma menuruni taxi dan diikuti oleh Belinda. Dalam
perjalanannya menuju kantor sekolah Mamma disambut hangat dengan seorang Pengawas Administrasi yang tenyata Mamma sudah sangat
mengenalinya.
Berjabat tangan, “Mrs. Feehily... good morning, nice to meet you here! Is she your
daughter?”, sapa salah satu pengawas.
Tersenyum, “...
Nice to meet you too, Ms. Yes, she’s Belinda Legra Fee Natasha. She’ll study
here and I very appreciate this foundation to give lessons and to take another
critical behaved for her. She has a little bit bad behavad and very different
to.....”, balas Mamma, melirikku.
Tersenyum, “Hm,
yes, I know, don’t worry! You are in the right place.”, ucapnya, mempersilahkan
masuk.
Belinda
dipaksanya menuliskan data diri serta kelengkapan yang lainnya. Sesekali
Belinda memperhatikan Mamma yang terus-terusan berbincang dengan riang layaknya
kerabat yang sudah begitu lama tak berjumpa lalu di tempat tak terduga inilah
keduanya berbagi cerita mereka masing-masing. Belinda mempercepat menulisnya
dengan harapan sang Mamma tidak membiarkannya seperti merasa sendiri bahkan
berdua saja di tempat yang cukup besar dan dihadapkan dengan orang berwajah
garang.
“Mamma, I’m
done!”, seru Belinda.
“Thank you
so much Madam, Belinda will be nice here. I will be back someday.”, ucap
Mamma, pada kepala sekolah.
“... anytime!”, balasnya, tersenyum.
Belinda
dan Mamma segera bergegas pulang. Tak disangka hal yang seperti ini saja
memakan waktu berjam-jam. Ini pukul 02 siang, Mamma dan
Belinda pulang dengan taxi. Mamma
mengantarkan Belinda sampai depan rumah dan berkata Belinda harus menunggunya 2
jam, lalu Mamma akan berada di rumah. Belinda tidak sendiri ada Mark yang
menemani Belinda. Mamma harus kembali berputar arah untuk sampai pada sekolah
dimana tempat Mamma bekerja. Belinda sudah biasa dengan itu. Tidak setiap hari
namun dalam seminggu Mamma harus bekerja selama 4 hari dan itu tidak seharian
penuh.
Pukul 04.00
p.m....
“Kami pulang.... Belinda,
Mark.... kalian dimana???”, sahut Mamma.
Itu suara
Mamma dan diikuti dengan Pappa. Biasanya jika Mamma bekerja jam. 02 siang, Mamma pasti pulangnya selalu barsama dengan Pappa. Belinda dan Mark
sedang di kamar asyik tertawa bermain-main. Mereka tak
mendengar Mamma dan Pappa-nya pulang memanggili keduanya. Mamma pun
melangkahkan kakinya menuju tempat dimana ada sumber suara terdengar. Ternyata
sumber suara itu terdengar dari kamar Mark. Mamma mendekati kamar Mark
dengan pintunya yang terbuka lebar lalu melihat keduanya tertawa-tawa, Mamma pun senang. Tadi Pagi perlakuan Belinda begitu buruk dan Mamma
selalu kewalahan menghadapi sikapnya, tapi setelah Mamma kembali, bintang itu
kembali terpancar di wajah manis Belinda dan Mamma tersenyum
haru melihat keduanya. Pappa yang menjumpai Mamma ikut melihat apa yang Mamma
lihat dan Pappa pun tak kalah bahagianya seperti Mamma.
“Ada apa?”, tanya Pappa.
Tersenyum, “Hm,
lihatlah Ppa Belinda... Mark memang paling bisa membuat Belinda tersenyum.”,
ucap Mamma, memandang Pappa.
Menganggukan kepala, “Iya, ajak mereka makan!”,
seru Pappa.
“Anak-anak kalian begitu asyik bermain yaaa..... ke
bawahlah, lihat Pappa bawa
apa!”, sahut Mamma.
Belinda
berlari seketika menjumpai Pappa dan Mamma. Orang yang pertama mendapatkan pelukannya
tentu sang Pappa. Begitulah Belinda, selalu saja ingin mendapatkan perhatian dari
sang Pappa yang selalu memarahinya.
Melihat Belinda, “Mamma tidak dipeluk?”, ucap
Mamma.
“Sini... Mamma Mark cium
saja!”, seru Mark, mencium Mamma.
Semua tertawa bersama. Kehangatan itu tak pernah Mamma
inginkan untuk berakhir. Di meja makan, Mark dan Belinda masih saja bercanda
ria. Sesekali Pappa melerainya tapi tetap saja keduanya mengulangi hal itu di
meja makan.
“Pappa... sebelum besok Belinda memulai sekolahnya,
Mark ingin mengajak Belinda jalan-jalan sebentar saja tak akan lama. Apa boleh
Mma?”, tanya Mark.
“Iya Mma, Andah juga ingin membeli peralatan tulis
lainnya Mma, Ppa...”, rengek Belinda.
“... tapi ini sudah jam setengah 05 sore sayang...”, erang Mamma.
Berpikir sejenak, “Baiklah Pappa izinkan, tapi
kita berangkat bersama yaa..”, mengalihkan perhatian, “Mma, Pappa harus kembali
ke rumah sakit. Mungkin jam. 08
malam baru pulang.”, ujar
Pappa.
“Baiklah! Mark, Belinda, pokoknya sebelum Pappa
pulang kalian harus sudah sampai duluan di rumah ya!”, seru Mamma, dengan
tegas.
“Iya Mma. Kami janji!”, seru Mark, meyakinkan.
“Yasudah kalian masa mau pakai
baju seperti itu keluar rumah?”, erang Pappa.
Beberapa
menit kemudian...
“Kami siaaapppp!!!”, teriak
Belinda, dengan riang.
“Ooo Belinda, kamu ini hyperactive sekali!”, seru Pappa, menggelengkan kepala.
“Kalian hati-hati yaa!”, seru Mamma.
“Iya, Mma kami berangkat...”, sahut Mark, berlalu.
“... Markkkkk handphone
mu tidak kamu bawa?”, teriak Mamma.
“Tidak Mma, kami tidak akan
lama ini.”, balas Mark.
Malam
semakin larut. Saat ini tepat pukul 09.00 p.m.. Pappa
mengirimkan Mamma pesan singkatnya untuk tidak pulang seperti apa yang Pappa
katakan sebelumnya. Mark dan Belinda belum juga pulang. Mamma tahu saat hal ini
terjadi, Mark sedang tidak menepati janjinya. Keduanya tidak mungkin berada di dekat Pappa karena bila memang iya, Pappa pasti tak akan
mau membuat Mamma gelisah. Mamma terus menanti kedatangan Mark dan Belinda.
Ketukan pintu pun terdengar, yang Mamma harapkan itu adalah Belinda dan Mark.
Keduanya dapat lebih dulu sampai dibandingkan Pappa. Pappa dapat memberi
perhitungan pada Mark dan Belinda jika tahu keduanya tidak dapat menepati
janjinya.
Langit biru
yang terselimuti awan gelap kian membentang luas semakin menggelapkan warnanya.
Malam hari yang kacau bising diikuti kasih yang memeluk bintang
kini telah berganti menjadi pagi yang cerah. Nampaknya mentari tengah menampakan
diri lebih cepat dari sebelumnya dan para burung berkicau ria menyambut tahun
ajaran baru.
Ketuk lembut wanita paruh baya, “Belinda, bangun sayang ini sudah pagi! Kamu tahu
kan ini hari apa?? Ini hari pertama kamu masuk primary school!”, sahut wanita paruh baya tersebut dengan riang gembira, karena
anak bungsunya kini telah memasuki masa remaja.
“Ehm, Mamma.. Andah masih
ngantuk!”, balas Belinda, dengan nada yang sengau.
“Bangun sayang! Cepat mandi, Pappa dan kakak kamu sudah menunggu kamu di bawah!”, ujar Mamma,
sambil membukakan jendela kamar Belinda.
“Yeah, Mom.”, balas Belinda, sambil beranjak
dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.
Dengan sangat terpaksa Belinda terbangun dari tidurnya
untuk segera pergi ke sekolah. Sebenarnya, semalaman Belinda pergi bermain ke
kota bersama kakak-nya. Sepulang dari kota, kakak-nya dimarahi habis-habisan oleh Pappa, karena
telah mengajak adik-nya pergi ke kota
pada malam hari, tapi itu sudah berlalu, Pappa sangat
percaya kepada Mark, Mark pasti akan menjaga adik-nya dengan sangat baik. Akhirnya, Pappa memaafkan
kelalaian Mark sebagai seorang kakak karena telah mengajak Belinda main ke kota
pada malam hari dan tidak
menepati janjinya.
Disaat
itu Mark
meminta izin kepada Mamma dan Pappa-nya. Awalnya Mamma tidak mengizinkannya tapi
Pappa berkata lain. Itu karena Pappa percaya pada Mark dan kebetulan sore itu Pappa harus kembali
ke tempat dimana ia berkerja. Mamma pun menyampaikan satu syaratnya pada Mark
dan Mark mengiyakannya. Mark pun tidak mengira bahwa ia
akan melupakan perkataan
Mamma-nya dan pergi selama itu, sampai menjelang pagi. Mark juga sangat menyesal tidak mendengarkan
sang Mamma untuk membawa handphone-nya dan meninggalkannya begitu saja di atas meja makan. Setidaknya jika
Mark membawa handphone-nya lalu akan
pulang terlambat Mark dapat mengabari Mamma dan Pappa-nya dan tak akan membuat Mamma cemas. Makanya Mamma yang saat itu
melihat Mark dimarahi oleh Pappa tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang Mark bilang
tidak akan lama dan berjanji akan ada di rumah sebelum Pappa-nya datang. Tapi ternyata, Mark dan Belinda
malah keasyikan menikmati gelapnya malam.
Menuju ruang makan, spontan Belinda menduduki kursi yang ia lihat di depannya,
dengan polosnya Belinda berkata “Mamma, Andah masih ngantuk!”, seru Belinda, dengan nada yang manja.
“Nggak, ayo! Kita terlambat 5
menit.. Ppa, Mma kita berangkat!”, seru Mark, dengan menarik tangan Belinda.
“Yasudah kalian hati-hati yaa!”, ujar Pappa, yang saat itu juga harus
pergi bekerja dengan profesinya sebagai dokter.
“Andah, kamu gak pamit?”, tanya Mamma.
“Yeah, Mma, Ppa.. Andah pergi!”, seru Belinda.
“Yeah, hati-hati!”, balas Mamma, tersenyum.
Dengan terburu-buru Mark dan Belinda segera keluar dan menaiki mobilnya menuju
sekolah.
“Hey, jangan tidur kamu!”, ujar Mark, yang tengah mengemudikan mobilnya, mengusap
rambut Belinda.
“Andah ngantuk kak!”, balas Belinda, dengan nada yang sengau.
“Memang kamu habis pergi kemana sih semalam?”, ujar Mark, mencoba
menggoda.
“Tanya saja sama Mamma, orang pergi sama kakak!”, balas Belinda, dengan nada yang
kesal.
“Haha yasudah kamu boleh tidur di pundak kakak, sampai kita tiba di
sekolah!”, ujar Mark, seketika menghentikan mobilnya sejenak dan menatap Belinda, lalu
melanjutkan kembali lajunya.
“Makasih kak...”, balas Belinda, tertidur di pundak Mark.
Dengan meneruskan perjalanannya, Belinda pun
tertidur di pundak sang kakak. Belinda sangat menyayangi kakak-nya. Saking
sayangnya, bila Belinda pergi kemana saja ia selalu minta antar sang kakak. Sebenarnya, kakak
Belinda
bukan hanya Mark, Belinda juga mempunyai seorang kakak perempuan yang bernama Violetta, tapi sayangnya, Belinda dan Violetta tidak
begitu dekat sebagai kakak dan adik. Sekarang saja Violetta dan Belinda tidak
tinggal bersama. Violetta tinggal di Spanyol untuk beasiswanya karena Violetta adalah
salah satu murid berprestasi di sekolahnya. Ia mendapatkan beasiswa pendidikan yaitu bersekolah ke luar negeri
dan negara itu adalah Spanyol.
Belum lama Belinda tidur, Belinda sudah dibangunkan dari tidurnya “Belinda.. hehh Andah bangun!”,
ujar Mark, yang melihat adik-nya tertidur dengan sangat lelap.
“Hmm.. kakak Andah ngantuk!”, balas Belinda, yang lagi enak-enaknya tertidur di pundak sang kakak.
“Hey, kamu nangis yaa? Ini kan hari pertama kamu masuk primary
school.. ayo, semangat!”, ujar Mark, sambil
memberi semangat.
“Hmm, kakak Andah senang
deh kalau lihat kakak serius..”, ucap Belinda, tersenyum keluar dari mobil Mark.
“Yeah, haha don’t cheat!”, seru Mark, tertawa.
“Sure!”, balas Belinda, berlalu.
Belinda dan Mark segera masuk ke kelasnya masing-masing dan
disaat jam pelajaran Belinda kembali tertidur. Padahal.. ini hari pertama Belinda masuk primary
school. Belinda dan Mark masuk ke sekolah yang
sama, dimana sekolah yang mereka tempati itu memakai dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia
dan itu adalah sekolah yang megah dan elit. Bagi Belinda, bahasa Inggris itu bukanlah
bahasa yang asing lagi, yeah.. maklum
saja Belinda itu blesteran. Mamma-nya Spanyol dan Pappa-nya blesteran Indonesia-Irlandia dan sangat
kebetulan lagi, saat pertama kali Belinda mulai belajar yaitu adalah pelajaran bahasa
Inggris
yang mana Mrs. Gallegher lah yang
mengajar mata pelajaran tersebut. Mrs. Gallegher adalah guru bahasa Inggris yang
terkenal sangat galak bahkan banyak orang bilang dia kejam dan disaat
pelajarannya juga semua murid diwajibkan untuk berbahasa Inggris.
Di tengah guru sedang menerangkan bahan materi yang akan
dicapai, Belinda malah tertidur, terdengar langkah kaki dan seruan “Belinda, wake up please, you’re sleeping! Please,
you stand and get out!”, ujar Mrs. Gallegher,
dengan nada yang keras.
“Ehm.. I’m so sorry miss!”, jawab Belinda, yang saat itu tengah tertidur dan dengan kagetnya Belinda terbangun
dari tidurnya.
“Get out!”, ujar Mrs. Gallegher, berteriak.
“Okay..”, ujar Belinda, yang tak tahu harus berbuat dan berkata apa.
Dengan sangat kesal Belinda segera pergi ke luar kelas. Tak lama Belinda duduk di depan
kelas, terdengar suara langkah secara perlahan dan dilihatnya oleh Belinda, seorang
lelaki datang menemui Belinda dan ternyata itu Mark.
“Belinda, kamu tidur lagi yaa?”, ujar Mark, sambil duduk di samping
Belinda.
“Yeah kak, padahal ini
hari pertama Andah masuk sekolah tapi Andah sudah buat gara-gara, Andah ngantuk kak! Kakak tahu Andah dihukum?”,
tanya Belinda.
“Kakak tahu, kamu pasti akan tidur lagi! Makanya kakak coba ke sini dan
ternyata kakak tidak salah bukan?! Belinda, maafin kakak ya.. gara-gara semalam kamu jadi kurang tidur tapi kakak beri tahu kamu
satu hal, Mrs. Gallegher itu adalah guru
bahasa Inggris yang paling galak! Mungkin, semua murid di sini bilang dia
kejam! Tolong,
kakak
minta sama kamu, jangan pernah melakukan kesalahan saat jam pelajarannya, yeah!”, ucap Mark, dengan tegas.
Melihat Mark, “Yeah kak, Andah tahu, Andah sudah dengar dari teman-teman! Tapi.. dari mana kakak tahu?”,
balas Belinda.
“Yeah.. isunya sampai menyebar ke university!”, ujar Mark, mencoba menghibur Belinda.
“Haha kakak tidak sedang belajar?”, tanya Belinda, tertawa heran.
“Kakak sudah biasa jalan-jalan selama dosennya absen!”, balas Mark, tersenyum.
“Hmm, kakak nakal yaa..”, ujar Belinda.
“Yeah.. sudah kakak pergi ya.. jangan tidur
lagi!”, ucap Mark, sambil beranjak dari duduknya menuju ke kelasnya.
“Nggak mau, ngantuk!”, balas Belinda.
Ketika Mark pergi untuk kembali
ke kelasnya, tiba-tiba datanglah teman dekat Mark dengan membawa
beberapa air minum yang Mark dan teman-temannya pesan. Saat Nicky keluar dari kantin,
dia melihat Mark berjalan menuju kelasnya dari arah yang berlawanan. Seketika Nicky menghentikan
langkahnya, setelah Nicky lihat “Mungkinkah itu Belinda, saudaraku
sekaligus adik Mark yang sering ia ceritakan?1”, pikir Nicky, dalam hati.
“Haaaahh..”, Belinda menguap
dengan sangat lelah.
“Boleh duduk di sini?”, ucap Nicky, menatap wajah Belinda.
“Please, it’s a public..”, balas Belinda.
“You’re Mark’s sister, right?”, tanya Nicky.
“Alright, how can you
know that?”, ucap Belinda, membalas menatap
wajah Nicky.
Tertawa seketika, “Ha ha may I introduce myself?”, ucap Nicky, mengulurkan tangan.
“Yeah, of course.”, ujar Belinda, mengulurkan tangan.
“I’m Nicky Byrne, Mark’s friend!”, ujar Nicky.
“Oh, I’m Belinda
Natasha, Where did you go?”,
tanya Belinda.
“Want to drink? I bought
these drinks..”, ujar Nicky, menawarkan minuman.
“No, thanks!”, jawab Belinda, dengan malu-malu.
“Do you get a punishment? Are
you sleepy?”, tanya Nicky.
“Yes,
I do, Kak Nick.. I got slept in my class. Last night my
brother and I went back home until the sun was almost shining down! But why Kak
Mark didn’t get sleepy any more?”, tanya Belinda, dengan nada yang kebingungan.
“Actually.. Where
did you go last night?”, tanya
Nicky.
“Ehm.. just
went out and enjoyed the night!”, jawab Belinda.
“Are you 7
grade?”, tanya Nicky.
“Yeah, you
did know Kak Nick!”,
tanya Belinda, heran.
“Of course.. and
what your Mamma and Pappa didn’t get mad at you that you were
going home until morning came?”, tanya Nicky, mencoba menggoda
Belinda.
“Yeah, Mamma didn’t allow us, but my Pappa
did and Pappa didn’t get
mad at me, because I was with Kak Mark!”, ungkap Belinda.
“Ha ha!”, Nicky tertawa seketika.
“Why are you laughing? Is
there any jokes?”, ujar Belinda, melihat
wajah Nicky yang saat itu tengah mentertawakan Belinda.
“Belinda, you
are really so funny! Kak Mark had told me Andah!”, ucap Nicky.
“Oh yeah?”, ucap Belinda, menatap Nicky.
“Yeah! Well, I have to go back, are
you okay to stay alone here?”, tanya Nicky.
“Nothing!”, berpikir
sejenak, sementara itu Nicky masih saja menatap wajah Belinda. “Erm
Kak Nick, please ask Kak Mark here?!”, ujar Belinda.
“Ha ha
it’s a question or exclamation hm?!”, ucap Nicky,
menggoda.
“He he
both are possible kak..”, jawab Belinda, tersenyum.
“Okay!”, ucap Nicky, sambil
berlalu untuk pergi ke kelasnya.
Nicky segera beranjak dari kursinya,
memadupandankan langkahnya dengan tenang sambil membawa minuman yang ia beli. Stt.. terdengar suara bising dari kelas university “Hey
bro!!”, ucap Nicky, melambaikan tangannya yang sedang membawa
minuman lalu duduk di kursinya. “Mark, your sister is looking for
you!”, ujar Nicky, dengan memberikan minuman yang ia bawa.
“Belinda?”, tanya Mark, sambil mengambil minuman miliknya.
“Any elses?”, ujar Nicky, dengan suara yang mengejek.
Seketika Mark terdiam mendengar Nicky yang selalu bicara dengan nada yang
mengejeknya itu. Untuk yang kedua kalinya Mark pergi ke ruang secondary
school menemui Belinda untuk
mencoba menghiburnya. Dengan jalannya yang santai dari kejauhan Mark melihat Belinda yang
sedang duduk di depan kelasnya. Mark menghentikan langkahnya seketika, melihat Belinda dan menggeleng-gelengkan
kepalanya lalu kembali mempercepat langkahnya.
“Andah.. nih minum!”, ujar Mark, memberikan minumannya.
Mengambil minuman, “Kakak.. Andah ingin masuk!”,
ujar Belinda, menunduk.
“Ngapain masuk? Mau tidur lagi?! Kakak temanin kamu yaa?”, ujar Mark, duduk di samping
Belinda.
“Yeah..”, balas Belinda, dengan nada yang kesal.
“Jangan nangis! Kakak bilangin Pappa nih kalau nangis!?”, ujar Mark, mencoba menggodanya,
“Kalau
gitu.. kakak gak mau ajak kamu main lagi!”, tutur Mark, dengan tegas.
“Kakak..”, ucap Belinda, meneteskan air mata.
“Hey, you aren’t in primary
school, again!”, seru Mark.
Melihat Belinda menangis, Mark pun menatap Belinda dengan
penuh kasih sayang. Sebagai seorang kakak, mestipun Mark adalah sesosok kakak
yang menyebalkan, tapi tetap Mark tidak mau melihat adik-nya menderita dan Mark paling tidak
suka bila melihat wanita menangis, apalagi.. sampai membuat wanita menangis.
“Terserah! Kenapa? Kakak malu punya adik cengeng seperti Andah?”, sahut Belinda, dengan
nada yang marah.
“Kok jadi gitu sih ngomongnya?! Mana mungkin kakak malu punya adik
semanis dan secantik kamu!? Belinda kamu kenapa sih? Kamu gak suka sekolah di SummerHill School?”, ujar Mark, menatap Belinda.
Mark hanya mencoba menggoda Belinda yang saat
itu terus menerus merasa kesal dan tanpa Mark sadari Belinda malah mengeluarkan kata-kata yang... sama
sekali tidak seharusnya ia katakan. Yang saat itu Mark sedang menggoda Belinda, spontan Mark mengeluarkan
kata-kata dengan nada yang keras sehingga membuat Belinda terdiam, tapi
perlahan Mark berpikir, “Jangan mengeluarkan kata-kata yang keras, yang dapat membuat Belinda marah
berkepanjangan, harus tahan emosi menghadapi anak manja seperti Belinda!2”, seru Mark, dalam hati.
Yang tadinya Mark ingin marah tapi Mark malah merayu Belinda dengan kata-katanya
yang manis sehingga membuat hati Belinda luluh. Maklum Belinda sangat suka pujian.
“Senang..”, balas Belinda, singkat.
“Trus..”, ucap Mark.
“Hmm..”, mencoba mengalihkan pembicaraan, “Kakak, tadi Andah bicara dengan
teman kakak?!”, ucap Belinda, tersenyum.
“Siapa? Nicky?!”, seru Mark.
“Yeah..”, balas Belinda.
“Ngobrol apa?”, tanya Mark.
”Hehe Kak Nick lucu ya kak!?”, ujar Belinda, memainkan kakinya.
“Ngegodain kamu ya?”, ujar Mark, menatap wajah Belinda.
“Haha emang Kak Nick gitu ya kak?”, tanyaBelinda.
“Gitu gimana? Suka ngegodain cewek? Yeah, Nicky memang seperti
itu, jause!
Apalagi kalau ada cewek cantik, pasti selalu Nicky dekatin, udah gitu..
digodain!”, ujar Mark.
“Haha digodain gimana sih kak?”, tanya Belinda, senyum-senyum.
“Yeah.. dengan cara sok perhatian!”, ucap Mark, dengan tegas.
“Sok perhatian, maksudnya??”, tanya Belinda, mencoba menutupi
senyumnya.
“Hmm.. senyum-senyum terus!”, seru Mark.
“Haha..”, seketika Belinda tertawa.
“Masih kecil! Yasudah kakak ke kelas yaa!?”, seru Mark.
“Kakak.. katanya mau temani Andah!?”, ujar Belinda, kembali dengan
nada yang sedih.
“Gak jadi! Kakak harus kembali ke kelas!”, ujar Mark.
“Kak Mark..”, ucap Belinda.
“Apa? Sudah jangan bad mood
lagi! Tadi senyum-senyum, ketawa-ketawa.. sekarang kok bad mood lagi? Kakak gimana tinggallin kamunya?!”, ujar Mark.
Sejak awal Belinda memang sudah bad mood, jadi tidak heran kalau Belinda hanya
terus berdiam diri mencoba menahan diri dari rasa ngantuk plus kesalnya.
“Kok diam?? Kakak gak akan panggillin Kak Nick loh buat ke sini!?”,
ujar Mark, mencoba bersabar menghadapi Belinda.
“..”, Belinda kembali terdiam tidak mau bicara.
“Belinda.. bicara sayang!? Tidak mau bicara? Marah sama kakak? Yasudah kakak benaran
pergi yaa!?”, ujar Mark, sambil beranjak dari kursinya meninggalkan Belinda dan menuju
ke kelasnya.
Mark pergi meninggalkan Belinda dan kembali ke kelasnya. Mark sempat berpikir, sebenaranya Mark mau menemani Belinda, tapi.. Belinda terus
menerus memancing emosi sang kakak, padahal Belinda tahu, kakak-nya
mempunyai sifat yang buruk yaitu pemarah dan keras kepala. Sebetulnya Belinda juga keras
kepala sama halnya seperti Mark. Violetta juga sama halnya. Mestipun Violetta penurut tapi Violetta juga keras kepala. Saat Violetta
mendapatkan beasiswa dari sekolah untuk meneruskan pendidikannya di luar negeri,
saat itu juga yang pertama menentang adalah Mark. Mark tidak ingin jauh dari adik-adik-nya, tapi Violetta tetap bersih keras ingin
sekolah di luar negeri. Akhirnya.. Mark sebenarnya marah pada Violetta dan disaat itu
juga Mark berkata “Aku takan lagi mencampuri urusanmu!3”, pada Violetta, sebari menunjuknya. Saat itu Violetta sangat merasa sedih, tapi.. tekat Violetta sudah
bulat. Ia tetap ingin sekolah di Spanyol. Violetta tahu,
tanpa beasiswa ia yakin bisa bersekolah di Spanyol, tapi Violetta juga berpikir dia tidak ingin terlalu
memberatkan orang tua-nya.
Maklum Violetta itu berbeda dari yang lain, bisa
dibilang.. Violetta itu adalah anak kesayangannya Pappa, anak emasnya Pappa.
Apapun yang Violetta inginkan selalu ia dapatkan tapi sayangnya, Violetta tidak
pernah meminta banyak pada Mamma dan Pappa-nya. Ketika Violetta ditawari untuk mempunyai komputer pun Violetta menolaknya, Violetta bilang, “Aku belum
membutuhkannya.”. Sampai tibanya Violetta di rumah,
komputer sudah tersedia di kamarnya dan dengan polosnya Violetta berkata, “Pappa, bukankah Violetta sudah
bilang, Vio belum membutuhkannya.”. Sampai suatu hari Violetta mengikuti sebuah
lomba menulis cerpen dan Violetta mendapatkan ranking #1st
lomba menulis cerpen dan hadiahnya adalah sebuah lap top dan beberapa penghargaan.
Disaat itu Belinda masih kelas 3 primary school, lalu Violetta kembali berkata pada Pappa-nya, “Pappa.. bila nanti Belinda masuk secondary school ambil saja lap top ini. Ini untuk Belinda.”,
dengan tulusnya Violetta memberikan lap top
yang ia peroleh dengan kerja kerasnya sendiri kepada Belinda. Pada saat itu Violetta tidak
tahu sebelumnya kalau Belinda akan bersekolah di sekolah yang sama. Pappa dan Mamma-nya jelas merasa
bangga pada Violetta, tapi Pappa dan Mamma tidak pernah pilih kasih. Pappa dan Mamma tetap
menyayangi ketiga anaknya itu tanpa membeda-bedakan satu di antaranya.
Tidak lama Mark pergi, Mrs. Gallegher
keluar dari tempat dimana ia mengajar. Sesampainya di depan pintu, ia menghentikan
langkahnya, mencoba membaca situasi yang aman.
“Belinda, follow me please!”, ujar Mrs. Gallegher,
dengan wajah seramnya.
“Yeah, Miss..”, jawab Belinda.
Belinda berjalan di belakang Mrs. Gallegher,
mencoba memperlahan langkahnya dengan mengingat perkataan teman dan kakak-nya.
Tangan Belinda bergetar setiap kali Belinda harus ingat bahwa diwajibkan berbahasa Inggris bila
menyapa atau berbicara dengan Mrs. Gallegher. Belinda tahu, mesti Pappa dan Mamma-nya terkadang sering menggunakan bahasa Inggris, tapi Belinda
sadar Mamma-nya tak cukup fasih berbahasa Inggris karena Mamma lahir di Spanyol dan
dibesarkan dalam bahasa Spanyol juga. Sedangkan Pappa-nya yang blesteran Indonesia-Irlandia, Pappa dilahirkan di Irlandia dan dibesarkan di Indonesia. Sewaktu Pappa berusia 3
tahun, orang tua Pappa bercerai sehingga Pappa dibawa oleh nenek ke Indonesia dan
tinggal di Indonesia sampai Pappa remaja. Pappa
mempunyai seorang kakak. Waktu itu nenek memilih untuk membawa Pappa karena sewaktu itu umur Pappa masih 3 tahun,
sedangkan umur kakak Pappa 12 tahun, tapi sewaktu Pappa berusia 17 tahun, Pappa memutuskan
untuk bersekolah di Madrid, Spanyol mengambil jurusan kedokterannya dan disaat itulah Pappa dan Mamma bertemu disatu
university yang sama
yang berbeda jurusan.
“Sit down, please!”, seru Mrs. Gallegher.
“Miss please, I’m so sorry! I promise you, I’ll
never return again, please Miss, believe me!”, ujar Belinda, memohon.
“Belinda, calm down!
Let me talk..”, ucap Mrs.
Gallegher, dengan santai.
“Okay Miss..”, balas Belinda,
menarik nafas.
Menatap Belinda, “I heard that you have a brother which is
school here, who is he?”, tanya Mrs. Gallegher, semakin menatap Belinda.
“Yeah.. brother and sister!”, erang Belinda.
“Okay, first is
brother, who’s name??”, tanya Mrs. Gallegher.
“His name is Mark Feehily..”, jawab Belinda,
perlahan.
“Mark Feehily? Is he in upper secondary
school?”, tanya Mrs. Gallegher, heran.
“No!! College now..”, jawab Belinda,
menggelengkan kepala.
Mengerutkan keningnya, “Okay, secondly?”, tanya Mrs.
Gallegher, semakin antusias.
“Hmm.. my sister name is Violetta, Violetta Annatasha..”, jawab Belinda,
kaku.
“Ehm.. yeah, Violetta.. I know her very
well, in upper secondary school now? Where is she??”, ujar Mrs.
Gallegher, mengalihkan perhatiannya.
“Yeah.. Violetta is in Madrid now..”, erang Belinda.
“Yeah, for her scholarship.. do you know? Your
sister is popular here, if you act like your sister, you will achieve what your
sister achieved. SummerHill School will offer you a good
bargaining, trust me! Your sister as proof as the bargainer.”, ungkap Mrs. Gallegher.
“Yes Miss, sure, I’ll
try..”, jawab Belinda, tegang.
Tersenyum, “Okay.. I’ll forgive you
but remember! Don’t return again, please!”, seru Mrs.
Gallegher.
“Okay.. thank you
miss, I promise you! Excuse me..”, ucap Belinda, segera bergegas ke luar kantor.
Akhirnya ketakutan Belinda terjawab. Belinda takut kalau orang tua-nya akan dipanggil ke sekolah. Masalahnya.. ini hari pertama Belinda masuk ke sekolah. Setelah Belinda keluar
dari ruang Mrs. Gallegher, Belinda merasa
tenang karena ia tak membuat Mamma dan Pappa-nya khawatir kepadanya.
“Huft..”, ucap Belinda, menghela nafas.
“Belinda, kamu habis dari mana?”, tanya Renata, teman satu kelas Belinda.
“Dari kantor..”, jawab Belinda.
“Kakak kamu mencarimu!”, ujar Renata, membuka loker miliknya yang berada di depan
kelas.
“Okay, thanks!”, ucap Belinda, tersenyum.
2
The Sucker
Fucker Days
Setelah Belinda kembali ke kelas
untuk mengambil tas miliknya, Belinda langsung pergi ke luar sekolah untuk
mencari kakak-nya di halaman belakang sekolah. Belinda melihat kakak-nya sedang
berdiri di depan mobilnya.
Mempercepat langkahnya dan
berteriak “Kakak..”
“Belinda, dari mana kamu?”
“Kakak dari tadi?”
“Jelas kakak tunggu kamu dari tadi! Jawablah! Kamu dari mana? Pulang yuk.. cepat pulang.. ceritanya di mobil
saja!”,
ucap Mark, sambil memasuki mobilnya.
Berbisik, “Kakak, Mrs. Gallegher tidak mengenal kakak yaa?”, ucap Belinda, melihat wajah Mark.
Terdiam, “Kamu tadi dipanggil ke kantor Mrs. Gallegher??”, tanya Mark, melihat Belinda.
“Yeah kak..”, jawab Belinda, tersenyum.
“Apa yang beliau katakan?? Mrs. Gallegher bilang apa
saja? Apa Mamma dipanggil ke sekolah??”, ucap Mark, sambil terus
mengendarai mobilnya.
“No more ever.. and
in my opinion Mrs. Gallegher
is okay, kak!”, ucap Belinda, sunguh-sungguh.
“Really?”, tanya Mark, tak
yakin.
“Masa aku bohong kak?!”, balas
Belinda.
“…”, Mark pun terdiam.
“Kakak.. mengapa Mrs. Gallegher tidak
mengenal kakak? Dia hanya mengenal Kak Vio saja!”, tutur Belinda, penasaran.
“Yeah.. Kak Mark kan bukan upper school! Lagian.. secondary school kakak juga bukan di SummerHill!”, jelas Mark, geram.
“Tapi mengapa kakak
begitu mengenal Mrs. Gallegher?”, tanya Belinda, menyangkal.
“Kakak tidak
terlalu mengenalnya! Lagian, apa salah kakak sedikit mengenalnya?!”, balas Mark, membantah.
“Sama sekali tidak! Apa itu alasannya??”, ujar Belinda, menatap Mark.
“Yeah.. Belinda, kakak kan sudah pernah bilang
sama kamu karena Mrs. Gallegher itu terkenal di
SummerHill College Andah! Kalau Mrs. Gallegher hanya mengenal Kak
Vio,
yaa..
pantas! Kak Vio kan sekolahnya sama seperti kamu! Fussy!!”, ungkap Mark, menggertak.
“Ihh kakak.. Andah kan hanya
ingin tahu..”, ucap Belinda, cemberut.
“Sekarang sudah tahu kan!? Jadi Mamma tidak diminta untuk datang ke sekolah kan??”, tanya Mark.
“Of course not! But if
three times.. yes, I am!”, jawab Belinda, sengaja.
“If until 4x..
what's happened?”, tanya Mark, cemas.
“Gak boleh ikut pelajarannya lagi!”, jawab Belinda, dengan tenang.
“.. Enter
AC.. Admission Class?”, ucap Mark.
“Admission? No!!”, ucap Belinda, mengelak.
“No..?? Yasudah, sudah sampai, ayo turun!”, seru Mark, menghentikan pembicaraan.
“Yeah kak... kak jangan
bilang sama Mamma atau Pappa tentang ini ya!?”, ucap Belinda.
“What?”, tanya Mark.
“Kakak.. don’t say anything, please!”, seru Belinda, merengek.
“Gak janji, Itu
merugikan...”, ucap Mark, singkat.
“Kakak...”, teriak Belinda,
dengan nada manjanya.
Mark segera memasuki rumah. Ternyata saat Mark memasuki
rumah, Mamma sedang memasak di dapur, sedangkan Pappa.. nampaknya belum
pulang dari kerjanya. Tanpa pamit kepada Mamma, Mark langsung saja pergi ke kamarnya.
“Hello.. Mum!”, sapa Belinda, yang melihat Mamma sedang
menyiapkan makan siangnya.
“Hey, kakak kamu dimana?”, tanya Mamma.
“Sudah masuk kali ke kamarnya!”, jawab Belinda, sambil memegang
gelas yang berisi air.
“Ehm.. how
was your first day at school?”, tanya Mamma, tersenyum.
“Ehm.. fun!”, jawab Belinda, tersenyum terpaksa.
“Really?”, balas Mamma,
menatap Belinda.
“Yeah..”,
mengalihkan perhatian, “Where’s Pappa, Mum??”, tanya Belinda.
“Hold on,
just a moment will come home. Go, change your dress! After that we’re ready to
get lunch!”, seru Mamma, kembali ke
dapur.
“Okay!”, jawab Belinda, pergi menuju kamarnya.
Tidak lama Belinda pergi ke kamarnya,
Pappa pun datang dari kerjanya.
“Excuse me.. where
is everybody? Why here is so lone!?”, tanya Pappa, yang baru pulang
dari kerjanya.
“Ayo duduk.. ada di kamarnya baru saja sampai!”, jawab Mamma.
Terdengar suara langkah kaki yang
keras, Belinda kembali ke ruang makan karena mendengar Pappa-nya pulang.
“Pappa...”, sapa Belinda, teriak dan memeluk.
Belinda memang anak yang mudah
melupakan kesedihan, karena menurut Belinda.. berlarut dalam kesedihan atau sesuatu
yang buruk yang tidak kita inginkan, itu hanya akan membuat beban yang semakin berat yang
tidak akan pernah ada ujungnya. Tapi di sisi itu juga.. Belinda adalah anak yang
tidak pandai dalam menyembunyikan sesuatu dan di sisi lainnya, Belinda sangat
bisa diandalkan dalam berbagai hal, hanya saja “She’s
a brat!” itulah pandangan orang-orang terhadap
Belinda.
Tapi Sesungguhnya Belinda adalah anak yang
baik hati dan suka menolong.
“Kamu jangan lari-lari! Oh yeah,
Pappa
ingin
dengar.. hari ini kamu punya cerita apa tentang sekolah baru kamu??”, tanya Pappa, sambil
menatap Belinda, “Ayo, duduk..”, meneruskan.
“Ehm.. aku panggil Kak Mark dulu boleh Ppa!?”, ujar Belinda, mencoba mengalihkan pembicaraannya dan
segera melangkah secara perlahan menuju kamar kakak-nya. “Kakak... kak, boleh Andah
masuk?!”, ucap Belinda, membuka pintu.
“Yeah, masuk saja..”, sahut Mark.
“Kak cepat ke bawah!”, seru Belinda.
“Okay, ke bawah yuk!”,
ucap Mark, mengajak.
“Wait..”, sahut Belinda.
“Kenapa lagi?”,
tanya Mark.
“Don’t say anything to Mamma and Pappa!”, seru Belinda.
“I don’t promise.. I told
you, it’s harm!”, balas Mark.
“Kakak please.. this I promise you,
yeah??”, ujar Belinda, memohon.
“No! I’m going
first..”, seru Mark, menghiraukan
Belinda
bicara lalu pergi ke ruang makan.
Sesampai Mark di ruang makan...
“Hey, Mma, Ppa..”, sapa Mark, sambil duduk di kursi Belinda.
“Kakak.. itu kursi Andah!”, ujar Belinda, mendekati Pappa.
Seketika Mark beranjak dari kursi
yang ia duduki lalu pindah ke kursinya.
“Come on, tell me .. are
you happy school in SummerHill??”, tanya Pappa, tersenyum melihat Belinda.
“Yeah”, balas Belinda, singkat.
“Ada cerita apa di sekolah baru kamu??”, tanya Pappa.
“Sepertinya tidak begitu menyenangkan Ppa bagi Belinda..”, ujar Mark, meneruskan makannya.
“Kakak.. ”, ucap Belinda, melihat Mark.
“Maksudnya?”, tanya Pappa, heran.
“Tidak Pappa, tidak! Kak Mark tidak bermaksud
apa-apa, begitu kan kak?”, ujar Belinda, melihat Mark dan tersenyum.
Melihat Mark, “Begitu?”, tanya
Pappa, curiga.
Mark hanya
terdiam membalas pertanyaan Pappa dan menunduk sebari meneruskan makan
siangnya. Seketika, suasana berubah, Pappa yakin ada sesuatu yang terjadi.
Tatapan yang Mark buat dan pegakuan yang Belinda ungkapkan bukanlah hal seperti
biasanya yang sering kedua anak Pappa itu lakukan.
“What
happened today?”, tegas Pappa.
“Iya, Andah dihukum Ppa!?”, jawab Belinda, pasrah.
Belinda terpaksa jujur karena Belinda tahu kalau
dia berbohong justru itu malah membuat Pappa dan Mamma-nya semakin bertambah marah dan akan sangat kecewa
karena kebohongannya itu.
“Mmm..”, ujar Mamma, tak dapat
berkutip.
Bagi Mamma.. Belinda dihukum di
sekolah itu sudah biasa karena sewaktu Belinda duduk di bangku primary school, Belinda sangat
nakal, sering Mamma-nya diminta untuk datang ke sekolah. Tapi seharusnya tidak
untuk secondary school,
Mamma-nya tak ingin Pappa-nya tahu bahwa Belinda malas-malasan belajar.
“Kamu buat ulah apa lagi Belinda?? Bukankah ini hari pertama kamu masuk
sekolah?! Pappa bisa memaklumi
ketika kamu masih duduk di bangku primary
school, tapi ini secondary school Belinda, kamu harus belajar apa itu study hard! secondary school,
exam, quiz dimana-mana..”, tutur Pappa, dengan wajah yang
serius.
“Apa Mamma diminta untuk ke sekolah?”, tanya Mamma, seketika semua menghentikan makan siangnya.
“Tidak Mma..”, balas Belinda, dengan tenang.
“Biar Pappa cerita sedikit, selama kakak kamu Violetta sekolah di sekolah yang sama, Pappa ataupun Mamma belum pernah
dipanggil ke sekolah untuk hal yang tidak menyenangkan!”, tutur Pappa, tegas.
“Dan kamu tahu adikku sayang?! Kakakmu itu sangatlah aktif di sekolah. Dia sangat
mandiri, mampu berdiri sendiri.. kamu tanya guru manapun, siapa yang tidak mengenal kakak kamu Violetta!?”, jelas
Mark,
mengejek.
“Kak Violetta ataupun Kak Mark selalu berprestasi..”, ujar Mamma, meneruskan.
“Trus aja belain kakak!”, ujar belinda, beranjak dari kursinya menuju ke kamar.
Belinda jelas merasa tersinggung
karena Mamma, Pappa, begitu juga
dengan Mark terus menerus
membeda-bedakan dirinya dengan kakak-kakak-nya. Belinda tidak mau mendengarkan Pappa dan Mamma-nya bicara
lebih panjang karena itu akan sangat percuma, Belinda tetaplah Belinda. Belinda
tidak mudah mengubah sifatnya itu.
“Mau kemana Belinda? Habiskan dulu makannya!”, ujar Mamma.
“I’m not hungry!”, seru Belinda, berlalu.
“Belinda, stop it!”, ujar Mark, sambil beranjak dari kursinya.
Belinda menghiraukan panggilan Mark dan berlari
begitu saja menuju kamarnya. Mark mencoba mengejar Belinda, tapi Pappa melarangnya.
“Mark, sudah! Biar Pappa yang susul, kamu dan Mamma teruskan makannya!”, ujar Pappa, pergi ke
kamar Belinda.
Pappa segera menyusul Belinda ke kamarnya. Sementara Pappa menjumpai
Belinda, Mark dan Mamma berbincang-bincang.
“Kamu tahu? tidak
selayaknya ini terjadi di meja makan..”, ucap Mamma, menatap
Mark.
“Mma, maafkan Mark. Tidak seharusnya Mark jujur disaat makan siang.. tapi, apa Mamma tahu? Mark sudah kehabisan akal untuk menjaga Belinda! Belinda cerewet banget Mma, Belinda sangat susah
diatur!”, ujar Mark, mengeluh pada Mamma.
“Mark maafkan Mamma, tapi bisakah kamu ceritakan yang sebenarnya? Kamu kenal Pappa.. Pappa bisa memberikan hukuman
pada Belinda!”, ujar Mamma.
“Mamma, Mark tidak mungkin tega melihat Belinda dimarahi oleh guru
di depan teman barunya dan Mark juga tidak mungkin tega kalau harus melihat Belinda duduk
apalagi sampai berdiri di depan kelas sendirian sementara teman-temannya sedang
asyik belajar Mma… makanya Mark pilih untuk memberitahukan Pappa tentang ini karena Mark pikir kalau
hanya Mamma yang tahu, Belinda tidak akan jera Mamma. Mark tahu sewaktu Belinda di primary school, bagaimana seringnya Mamma dipanggil ke sekolah! Tapi apa? Belinda tetap
mengulanginya kan?! Dan Mark pikir kalau Pappa yang marahi Belinda dia bisa jera karena Mamma sendirikan tahu.. Belinda hanya takut pada Pappa, itu saja Belinda bersikap tidak sopan..”, tutur Mark, dengan jelas.
“Sssttt, bagaimanapun dia adik kamu Mark, tidak boleh bicara seperti itu! Yaa.. kamu benar dan Mamma mengerti. Mungkin ini karena Mamma yang terlalu memanjakannya Mark!”, jawab Mamma.
“Bukan mungkin Mma, tapi…”, belum sempat Mark meneruskan bicara, pembicaaraannnya sudah
terpotong karena melihat Belinda dan Pappa kembali.
“Duduk Belilnda..”, ujar Pappa, dengan
hati-hati.
“… Yeah, Mma, Ppa.. I’m so sorry, I can’t act like sister and I promise, I’ll never
do the same thing again!”, ucap Belinda, mengangkat dua jarinya.
“Mamma and Pappa never require you to be like
sister or whoever else, but please you see her as your
sister!”, menatap Belinda,
“Kamu mengerti Belinda?”, tekan Pappa. “Kamu contoh Violetta..
kamu harus
belajar dari semua orang yang ada di dekat kamu, Belinda.. jadi tolong,
jangan menjadi diri kamu yang egois. Pappa ataupun Mamma tidak pernah
mengajari kamu untuk jadi anak yang nakal kan? Begitu juga Kak Mark!”, tutur Pappa,
memperjelas.
“Yeah, Mma, Ppa baiklah.. Andah minta maaf!”, ucap Belinda, menyatukan kedua tangannya.
“Minta maaflah juga sama kakak kamu..”, tutur Mamma.
“Andah minta maaf sama kakak!”, ujar Belinda, dengan nada yang
terpaksa.
“…”, Mark terdiam, mengulurkan tangannya.
“Apa?”, tanya Belinda.
“Shake on hand..”, jawab Mark.
“No, I hate you!”, seru Belinda, berjabat tangan.
“Sudah! Sekarang Pappa mau kasih hukuman untuk kamu, Belinda!”, ujar Pappa, bicara
dengan nada yang baik.
“Pappa, Belinda kan sudah minta maaf! Tak bisakah ada satu orang di sini yang
membela Belinda?! Kenapa semuanya harus membela kakak? Kenapa semuanya diam? Sekongkol semuanya...”, sahut Belinda, kesal.
“Kamu dapat kata-kata itu dari mana Belinda?”, tanya Mamma, kaget.
“Belinda!!”, seru Pappa, menggertak, “Bagaimana mungkin ada orang yang mau membela kamu
sedangkan kamulah yang bersalah!!”, meneruskan, dengan nada yang keras.
“Kenapa harus ada hukuman??”, tanya Belinda, teriak.
“Harusnya kamu tahu apa salah kamu sehingga Pappa harus memberikan
kamu hukuman, Belinda!!”, jawab Pappa, menggertak.
“Belinda.. sudahlah diam jangan terus menjawab, dengarkan saja Pappa bicara!”, ucap Mark, melihat Belinda.
“Diam Mark!”, sahut Pappa, menggertak.
“Cukup di sekolah Ppa!”, ujar Belinda, dengan nada yang lelah.
“Itu tidak akan pernah membuat kamu jera Belinda!”, seru Pappa.
“Tapi Belinda capek Ppa, Belinda baru saja dihukum di sekolah..”, ucap Belinda, meneteskan air mata.
“Pappa, sudahlah.. Mark tidak tega melihat Belinda berteriak-teriak seperti itu! Mark hanya ingin Pappa tahu, Belinda itu anak
pemalas dan juga nakal!”, tutur Mark, mencoba meredakan amarah Pappa.
“Mark, Pappa mau kamu jangan antar Belinda pulang ataupun pergi sekolah, selama yang Pappa inginkan!”,
tutur Pappa, dengan emosi.
“Tapi Ppa..”, ucap Mark, belum selesai bicara, Pappa sudah memotong pembicaraan Mark.
“Nggak ada tapi-tapian.. kamu ikuti perintah Pappa saja!”, ujar Pappa.
“Ppa.. Pappa gak serius kan??”, tanya Mamma.
“Kamu pikir setelah ini aku akan tersenyum?!”, balas Pappa, memandang Mamma.
“Pappa, itu keterlaluan...”, sahut Mamma, pergi merangkul Belinda.
“Tidak..”, ucap Pappa.
“Tapi Pappa, Andah ke sekolah naik apa? Mamma Pappa kan tahu.. mobil di sini sangatlah jarang! Terus
Andah
naik apa Mamma?!”, tanya Belinda, menutupi kesedihannya.
“Kamu
harus mengerti yaa Belinda..”, tutur
Mamma,
dengan singkat.
Sebenarnya Mamma pun tidak setuju dengan hukuman yang Pappa berikan. Andai saja Belinda bersikap sopan di hadapan Pappa, Mamma
dan juga kakak-nya mungkin ini takan terjadi. Pappa pun
tadinya akan memberi hukuman yang ringan saja, bukan hukuman yang cukup berat. Seperti yang Pappa ketahui, jalanan menuju SummerHill School sangatlah menanjak, namanya saja Summer “Hill”, itu jelas berat untuk sampai ke sana dengan berjalan kaki, ditambah lagi jalanan yang sepi, jarang sekali ada kendaraan yang melewati jalanan itu.
“Kamu punya kaki, kamu masih bisa jalan kaki!”, tutur Pappa, dengan
jelas.
“Pappa…”, Mark kembali bicara dengan nada yang keras tapi belum selesai Mark bicara, Pappa sudah
memotong pembicaraannya.
“Diam! Biar kamu tahu bagaimana caranya mandiri!”, tutur Pappa, kepada Belinda.
“Pappa! Pappa ingin aku seperti Kak Violetta? Okay
Ppa,
Belinda
bisa! Sekarang juga kirim Belinda ke Germany! Belinda mau sekolah di Germany!”, balas Belinda, berdiri dari kursinya dan berteriak.
“Belinda, kamu bilang apa??”, ucap Mamma, yang kaget
mendengar Belinda berkata seperti itu dan berdiri dari kursinya.
“Pappa Mamma ingin Belinda seperti Kak Violetta yang mandiri sekolah di Spanyol sana?? Belinda bisa..
sekolahin Andah ke Germany sekarang juga!”, balas Belinda, mengulangi ucapannya dengan tegas.
“Pappa, biarkan Mamma bicara dulu..”, ucap Mamma, melihat
Pappa, meneruskan, “Belinda.. tak
seharusnya kamu menjawab, melawan Pappa, harusnya kamu dengarkan itu,
renungkan, bukan malah menjawab dan berkata hal yang bukan-bukan! Mamma kecewa sama kamu. Sekarang kamu ikuti saja hukuman itu..”, ungkap Mamma, dengan tegas.
“Kamu pikir kamu mau makan apa di sana?!”, jawab Pappa, marah. “Mulai besok Mark!”, sahut Pappa, berdiri dari kursinya, dengan marah Pappa menggertak, memukul meja kepada Belinda dan menunjuk Mark.
Bukan itu maksud Mark. Bahkan Mark tidak tega melihat
Belinda duduk atau berdiri di luar kelasnya sedangkan teman-temannya belajar
dengan seksama di kelasnya. Sekarang, sebelum sampai di sekolah malahan Belinda
harus berjalan kaki. Ini di luar yang Mark perkirakan. Mark sudah mencoba
menenangkan Pappa dan ingin memberikan pengertian pada Pappa, tapi Mark juga
hanya bisa terdiam melihat Belinda yang berkata hal sedemikian kepada Mamma dan Pappa. Sebenarnya Mark merasa
bersalah karena ia telah mengajak Belinda pergi ke kota sampai menjelang pagi
sehingga Belinda menjadi kurang tidur dan itu pasti penyebab utamanya.
Belinda pun pergi menuju kamarnya dengan wajah yang
kesal plus marah. Air matanya tak bisa
lagi Belinda sembunyikan, tapi Belinda adalah gadis yang kuat, tak semudah itu Belinda meneteskan
air matanya. Mestipun Belinda anak yang manja, tapi Belinda juga adalah gadis yang riang gembira. Belinda sangat penyayang, semarah apapun Belinda, ia tidak pernah menyimpan
rasa dendam kepada siapapun.
Di tengah Belinda mempercepat
langkahnya, dengan segera Mark mengejar Belinda yang saat itu tengah kembali menuju kamarnya sambil menangis.
“Belinda, buka pintunya!”, sahut Mark, mengetuk pintu.
“Nggak, jahat semuanya! Kakak apalagi!!”, ujar Belinda, teriak dari dalam
kamarnya.
“Tidak seharusnya
kamu menjawab Pappa. Kamu tahu? Itu sangat tidak
sopan. Mungkin Pappa tak akan memberi hukuman seberat itu
kalau saja kamu berkata sopan dan baik! Belinda, buka
pintunya!”, teriak Mark,
mengetuk pintu.
“Apa? Aku menyesal kak, itu keluar begitu
saja dari mulutku..”, ucap Belinda, menangis
semakin kencang.
“Yasudah maafkan kakak! Ayo buka pintunya Andah!”, ucap Mark, dengan nada yang lembut.
“Apa? Mau nasehatin Andah lagi? Sama seperti Mamma Pappa!?”, ucap Belinda, membuka
pintu.
“Mulut kamu itu harus diberi sesuatu agar berhenti
berbicara!”, seru Mark, kesal.
“…”, Belinda hanya terdiam memasuki kamarnya.
“Baiklah damai! Kakak masuk.. Belinda, kamu ingatkan besok hari apa??”, seru Mark, memasuki kamar Belinda.
“Besok libur.. dan yang Pappa maksud besok lusa..”, ucap Belinda, pasrah.
“Kakak akan suruh Nicky untuk jemput kamu!”, seru Mark, terpaksa.
“Kak Nicky? Tapi kan Pappa..”, ucap Belinda, menghentikan bicaranya.
“Ada apa dengan Pappa?? Mana mungkin Pappa akan mengusir Nicky?!”, ujar Mark,
melihat Belinda.
“Kakakku sayang.. terima kasih sudah memberitahukan Pappa yang sesungguhnya
sehingga Andah mendapatkan hukuman dan sampai berdebat besar dengan Pappa.. juga
Mamma, dan terima kasih juga karena kakak telah membelaku tadi, namun tidak
berhasil! Belinda sungguh menyayangi kakak.. tapi Belinda tetap tidak akan
memaafkan kakak karena kakak ini semua terjadi!!!”, seru Belinda, tersenyum
sambil merayu Mark.
3
The Sorry
and Truth
Mark tidak bisa dirayu dan tidak semudah itu terayu. Kalau saja bukan karena perasaan bersalahnya, Mark tidak akan mau
meminta bantuan Nicky untuk datang menjemput Belinda. Dengan segera Mark pergi keluar dari
kamar Belinda untuk pergi ke kamarnya.
Keesokan harinya, pukul 10.15 a.m..
Disaat Pappa dan Mamma sedang bersantai di halaman depan, tiba-tiba Nicky datang
dengan mengendarai sepeda motornya. Pappa dan Mamma sudah mengenal Nicky dengan baik
karena setiap Mark membawa teman laki-laki, pasti laki-laki itu adalah Nicky, Brian, Shane ataupun
Kian, “The Close Friends” itulah sebutan bagi mereka berlima.
Dengan segera Mamma memanggil Mark yang sedang
asyik bermain dengan komputernya itu.
“Mark...”, ucap Mamma, menaiki tangga kamar Mark dan berteriak.
“Yeah Mum...”, balas Mark, teriak.
“Ada Nicky di bawah, cepatlah turun!“, seru Mamma.
“Ya Mma, tunggu sebentar..”, sahut Mark.
Mark bergegas
meninggalkan kegiatannya. Dengan segera Mark pergi menuruni tangga untuk menemui Nicky yang sedang
duduk di ruang tamu. Nicky memang sudah janjian untuk datang ke rumah Mark dengan
membawa tugas-tugas yang akan diselesaikan oleh mereka berdua.
“Hey Nico, is
it been too long?”, sahut Mark.
“No..”, balas Nicky, membuka lap top-nya.
Saat Mark dan Nicky sedang asyik
mengerjakan tugas kuliahnya tiba-tiba terdengar suara teriakan dari kejauhan.
“Mamma, Chiripha dimana??”, sahut Belinda, teriak sambil melewati Mark dan Nicky.
Belinda tidak menyadari bahwa yang ia
lewati saat berteriak mencari Chiripha adalah Nicky. Dengan langkahnya
yang cepat Belinda pergi ke halaman depan untuk menemui Mamma.
“Belinda, ya??”, seru Nicky.
“Yeah! Nico, kamu sudah
dapatkan bahannya??”, tanya Mark, sambil mengoperasikan lap top-nya.
“Belum semua, chapter 2-nya masih belum
ketemu..”, jawab Nicky, sambil memegang minumannya dan tetap fokus pada lap top-nya.
Disaat mereka tengah serius
mengerjakan tugasnya, kembali terdengar suara Belinda.
“Mamma, Chiripha-nya dimana?!”, seru Belinda.
“Mungkin di taman Andah!”, jawab Mamma.
“Belinda sudah cari, tapi Chiripha tidak ada di sana! Kak Mark dimana Mma?”, tanya Belinda, melihat Pappa.
Belinda lihat, Pappa sepertinya masih marah dengan kejadian kemarin di ruang makan. Sebenarnya, Mamma ingin marah pada
Belinda, tapi mana mungkin seorang Mamma dapat marah yang berkepanjangan kepada
anaknya, kecuali orangtua yang egois.
“Kamu tidak lihat Belinda... kakak kamu ada
di ruang tamu bersama temannya!”, jawab Mamma.
“Di ruang tamu?? Kak Nicky ya Mma?!”, ujar Belinda, antusias.
Mamma sedikit heran dengan respon Belinda yang mendengar jawaban Mamma.
Mamma pikir, Belinda itu memang terlalu dekat dan kapan Mamma melihat saat
teman-teman Mark berkunjung Belinda absen dari hadirnya di sisi sang kakak?
Namun, Mamma bertaruh itu mungkin saja terjadi untuk seorang kakak seperti
Mark, dan Belinda memang juga sering bermain dengan teman-teman Mark.
“Yeah.. yasudah biar Mamma yang cari Chiripha..”, ucap Mamma, beranjak dari kursinya.
“Yeah, Mma.. terima kasih.”, balas Belinda, tersenyum.
Sementara Mamma mencari Chiripha, Belinda pergi ke ruang
tamu untuk menemui Nicky dan Mark yang sedang sibuk mengerjakan tugas kampusnya.
“Kakak...”, ucap Belinda, teriak.
“Belinda!”, seru Mark, berbisik.
“Apa..”, teriak Nicky, mencoba menggoda Belinda dengan berteriak membalas seruan Belinda.
“Ada Kak Nicky! Hello kak..”, sapa Belinda, duduk di samping
Mark.
“Hey
Belinda..
besok kita berangkat ke sekolah bareng yaa!”, ujar Nicky, dengan nada
menggoda.
“Ehm.. okay!! Kak Mark lihat Chiripha tidak??”, tanya Belinda, mencoba mengalihkan pembicaraannya.
“Tidak!”, jawab Mark, singkat.
“Dari kapan?”, tanya
Belinda.
“Kamu sudah cari Chiripha dimana saja?”, tanya Mark, melihat Belinda
dan meneruskan tugasnya.
“Di taman..”, jawab
Belinda.
“Lalu?”, balas Mark.
“Nggak ketemu!”,
ujar Belinda.
“Kalau begitu kakak tidak mengetahuinya..”, tutur Mark.
“Kakak, you always like that!”,
seru Belinda, berbisik.
“Belinda, Chiripha siapa?”, tanya Nicky, heran.
“Anjing Belinda kak!”, jawab Belinda, tersenyum.
“Ohh.. mau kakak bantu cari tidak??”, tanya Nicky, tersenyum.
“Ehm, boleh!”, jawab Belinda, dengan senang hati.
“Tapi nanti.. kalau kakak sudah selesai kerjain tugas, ya!?”, ujar Nicky, dengan nada
mengejek.
“Hmm..”, ucap Mark, tersenyum diam-diam.
“Ehm.. Kak Nicky!”, ucap Belinda,
kesal karena Nicky hanya terus bercanda pada Belinda.
Beberapa saat kemudian, setelah Nicky
selesai mengerjakan tugasnya, Nicky segera membantu Belinda mencari Chiripha. Sebenarnya
Nicky belum selesai mengerjakan tugasnya, tapi Nicky memberikan tugasnya
sementara kepada Mark, demi menepati janjinya kepada Belinda.
“Chiripha…”, ujar Nicky, berteriak mencari Chiripha bersama Belinda.
“Chiripha manis.. dimana kamu?”, ujar Belinda, berteriak.
“Haha kakak kira lebih manis kamu, Belinda!”, ucap Nicky, kembali
menggoda Belinda.
“Masa sih kak? Memang kakak pernah lihat Chiripha??”, tanya Belinda.
“Rasanya kakak tidak perlu melihat Chiripha!!”, ucap Nicky, kembali
menggoda.
“Oww..”
Haha saking tersipunya Belinda sampai
tersandung batu. Nicky memang paling pandai soal merayu wanita. Apalagi dengan paras Nicky yang tampan, perempuan mana yang akan
menolak Nicky? Ya, mungkin kecuali Violetta. Violetta sangat menghargai Mark
sebagai seorang kakak. Lagipula Violetta tahu kalau Nicky hanya menggodanya saja, karena
sebenarnya Nicky mempunyai banyak teman wanita.
“Belinda, be careful! Are you okay?!”, tanya Nicky,
dengan wajah yang sok perhatian.
Belinda
melihat Nicky yang begitu memperhatikannya dengan mengulurkan tangannya untuk
menggapai Belinda. Namun begitu, tetap saja wajah jause
Nicky tidak akan hilang, kecuali kalau Nicky sedang marah besar, mungkin akan
terjadi perang dunia
selanjutnya.
“Yes, I am!!”,
jawab Belinda, dengan wajah merahnya.
Di tengah Belinda dan Nicky mencari Chiripha,
dengan asyiknya Nicky dan Belinda berbincang-bincang. Mereka tidak akan lupa bahwa keduanya sangat suka
bicara. Apalagi Belinda, ia tak mungkin sedetik pun dapat menahan untuk tidak
membukakan mulutnya.
“Kamu tahu tidak? Dulu kakak juga punya seekor anjing!”, seru Nicky,
sambil berjalan.
“Oh yeah, terus sekarang
kemana?”, tanya Belinda, antusias.
“Anjing kakak lari dari rumah!”, jawab Nicky, terus melangkahkan
kakinya.
“Lari.. kenapa bisa? Nama anjing kakak siapa?”, tanya Belinda,
menatap Nicky.
“Kakak beri nama Ben!”, jawab Nicky.
“Wow.. namanya keren!! Oh
ya kak, dulu Kak Mark juga punya Labrador hitam, terus Kak Mark beri nama Snoopy!”,
ungkap Belinda.
“Snoopy? Betina?!”, tanya Nicky, heran.
Dalam benak Nicky itu adalah pengakuan yang sangat mengherankan,
aneh, juga sedikit konyol. Mungkin akan sangat menarik jika pengakuannya
berubah menjadi Mark memiliki satu boneka kecil yang manis berwarna merah muda
berbentuk kucing, berukuran sedang dan memiliki telinga panjang layaknya
keledai berotot yang cerdas. Dalam hati, Nicky terkikik membayangkannya.
“Labradornya jantan sih, tapi Kak Mark beri nama betina!”, jawab Belinda.
“Haha benarkah?”, tanya Nicky.
“Yeah..”, jawab Belinda,
singkat.
“Sekarang Labradornya kemana??”, tanya Nicky, serius.
“Diambil sama yang punyanya!”, jawab Belinda, mengangkat kedua
bahunya.
“Wait, wait.. what do you mean?!”,
tanya Nicky, penasaran.
“I mean.. Kak Mark found that Labrador on the edge way, and what did you know? That
Labrador had had a someone else! It was
an employer, so came home.. to
bring it the black Labrador back on, but that about 8 years ago!!”, jelas Belinda.
“Ha ha how can?”, tanya Nicky,
heran.
“Bisa dong… Kak Mark sangat terobsesi ingin mempunyai Labrador hitam, dari film… itu loh kak, anjing Labrador
pemadam kebakaran itu…”, ungkap Belinda.
Entahlah yang ada dipikiran Nicky ini bertambah rumit saja. Belinda
menceritakan hal yang berada di luar perkiraannya dan kini ceritanya semakin tidak
meyakinkan untuk dipahami. Tapi ini sedikit membuat Nicky penasaran dan yang
bisa Nicky lakukan hanya mendengarkan, bertanya dan menggaruk kepala sesekali
karena seketika seperti ada kilatan cahaya panas yang menyambar bagian ujung
rambutnya.
“Haha kamu kok bisa tahu? Bukannya kamu bilang.. itu 8 tahun yang
lalu? Berarti.. kamu masih kecil dong! Sekitar.. kelas?? Class 1 of primary school!?”, ujar Nicky, memperjelas.
“Wow, kakak pintar yaa! Ehm..no, waktu itu aku memang kelas one of
primary school, tapi Andah suka diajak main sama Kak Mark!”, sahut
Belinda.
“Berarti kamu dekat ya sama Kak Mark!? Memang kamu tidak dekat dengan kakak
perempuan kamu?”, tanya Nicky, semakin heran.
“Ehm.. begitulah! Maksud kakak,
Kak Violetta?”,
ujar Belinda.
“Yeah, maksudnya Kak Violetta!”,
balas Nicky.
“Ehm.. Kak Violetta is so
different!”, ucap Belinda.
Mendengar Belinda berkata Violetta sangatlah berbeda, Nicky
semakin bertanya-tanya, apa ada sesuatu yang membuat Violetta pergi belajar ke
luar negeri? Nicky bertanya-tanya “Mungkinkah bukan karena ketidaknyamanan Violetta
berada di dekat Mark dan Belinda yang berbeda karakter?4”. Sebenarnya
Nicky bersungguh-sungguh menyukai Violetta, tapi
karena Mark tidak setuju.. sebenarnya alasan Mark bukan karena Nicky tidak baik
untuk Violetta, tapi karena Nicky terlihat hanya main-main saja pada Violetta. Mark tidak ingin
nantinya Violetta patah hati karena melihat Nicky yang selalu dikelilingi oleh
wanita-wanita di sekitarnya, atau melihat Nicky yang selalu menggoda wanita-wanita
cantik yang Nicky jumpai.
Nicky tidak pernah memaksakan kehendaknya. Sampai suatu ketika Nicky dikirim ke tempat kerajaan yang ada di Irlandia
untuk mempresentasikan hasil Geography-nya.
Nicky mengambil jurusan Geography,
tapi karena tugas Geography-nya ada
hubungan dengan Economic, jadi Nicky
putuskan untuk meminta sedikit bantuan kepada Mark, yang Nicky sendiri tahu Mark
mengambil jurusan Economic dan Mark
sangat pandai dalam mata pelajaran Economic
tersebut, mungkin tepatnya Matematika.
Nicky mengambil jurusan Geography di university
karena dia terinspirasi oleh seorang ilmuan yaitu Christopher
Colombus yang berhasil keliling dunia dan menunjukan bahwa bumi itu bulat. Selama
3 bulan lamanya Nicky dikirim ke university yang ada di Irlandia untuk menyelesaikan tugasnya. University itu bernama Grease College, hanya 3 bulan Nicky
belajar di Grease College, selebihnya
Nicky akan kembali ke SummerHill College. Di Irlandia itulah Nicky bertemu dengan Georgina Ahern. Georgina adalah anak menteri Irlandia yang
jatuh hati pada seorang Nicky Byrne, dari situlah Nicky merelakan Violetta untuk tidak
menjadi kekasihnya.
“Berbeda, maksudnya?”, tanya Nicky, heran.
“Kak Vio lebih suka membantu orangtua di rumah. Dia lebih suka pergi ke
kebun untuk menanam bunga-bunga, dan apa kakak tahu? Bunga-bunga yang ada di halaman
depan, itu adalah Kak Vio yang menanam. Makanya Kak Vio sangat ingin menjadi peneliti tumbuhan, dan
makanya Pappa sangatlah membanggakan Kak Vio!!”, tutur Belinda, sambil terus berjalan
mencari Chiripha.
“Oooh, kalau kamu?”, tanya
Nicky, sebenarnya Nicky sedih mendengar pengakuan Belinda terhadap kakak-nya
itu.
“Aku selalu menyusahkan Kak Mark, Mamma ataupun Pappa!!”, balas Belinda.
“Kamu adik kesayangan Kak Mark yaa?”, tanya Nicky.
“Ehm..
begitulah! Aku selalu bermain bersama Kak Mark!”, jawab Belinda, tersenyum.
Belinda senang-senang saja jika
faktanya ia adalah adik kesayangan Mark, namun Belinda tetap menyayangi
keduanya. Bagi Belinda, tidak peduli siapa kakak yang paling ia sayangi karena
pembicaraan kali ini tentang siapa yang paling sering bermain bersamanya dan
sejujurnya Violetta adalah kakak perempuan yang paling sempurna di mata
Belinda. Disaat Belinda dan Nicky sedang asyik berbincang-bicang, terdengar
suara Mark.
“Nico, Andah.. kalian bukan cari Chiripha!”, ujar Mark, teriak dari
pintu taman.
Riang, “Mamma sudah temukan Chiripha..!”, seru Mamma, sambil
memegang Chiripha.
“Chiripha..”, teriak Belinda, dengan senangnya Belinda langsung
menghampiri dan memeluk anjingnya itu.
Dengan segera Belinda membalikan badannya dan berkata, “Kak Nicky, kalau
begitu terima kasih banyak! Karena kakak sudah mau temani Andah untuk cari Chiripha!”,
ujar Belinda, dengan wajah yang sok manisnya itu.
“Sama-sama Andah! Sekarang kamu mau kemana?”, tanya Nicky.
“Andah mau temani Chiripha main, kalau begitu Andah pergi, bye-bye Kak Mark..”, ucap Belinda.
“:P”, balas Mark, menjulurkan lidahnya kepada Belinda.
Nicky memainkan lap top-nya, diputarnya lagu Westlife yang berjudul ‘Nothing’s gonna change my love for you’,
spontan Mark langsung bertanya kepada Nicky.
“Nicky kenapa kamu? Jangan bilang, kamu menyukai adikku Belinda! Terakhir
kali kamu mengungkapkannya pada Violetta!”, tanya Mark.
“Ada yang sedang ku pikirkan!”, seru Nicky, dengan wajah yang muram.
“Maksudnya apa Nico? Kamu merindukan Violetta?”, balas Mark, dengan
tegas.
“Yeah, sepertinya aku
merindukan Violetta!”, ucap Nicky.
“Violetta? Jangankan kau yang bukan siapa-siapa Nicky. Aku saja
kakak-nya sangat merindukannya, tapi tak lagi karena masih ada Belinda, adikku.
Ah sudahlah Nico! Kamu hanya terus menggoda adik-adikku saja!”, tekan Mark.
Melihat Mark, “Hehe..”, sahut Nicky, tersenyum.
“Haha lalu bagaimana hubunganmu dengan Gina?”, tanya Mark.
“Haha bukankah hebat, anak menteri Irlandia bisa terpikat dengan
seorang Nico?!”, seru Nicky.
Melihat Nicky, “Yeah..
memang harus ku akui, Nico memang pandai dalam merayu wanita!”, ujar Mark,
memuji.
“Sure.. how about your
relationship with Viv?? Do you still hook, right?!”, tanya Nicky, menggoda.
“Not good! Viv akan dijodohkan
dengan Shane!”, jawab Mark.
“Apa? Bagaimana bisa? Bukankah Viv sangat mencintai kamu!? Memang
masih jaman yaa? Shane.. orang tuanya lebih setuju Viv dengan Shane? Tapi
kenapa? Lalu Kian??”, tanya Nicky, heran.
“I don’t know, I’ve forgotten Viv!”, seru Mark.
“Lalu.. wanita mana lagi yang akan kamu pacari??”, tanya Nicky,
kembali menggoda.
“Entahlah haha..”, ucap Mark, hanya bisa tersenyum.
“Kian.. dia baru balikan sama Sonia!”, seru Nicky.
“Kapan marahannya? Haha.. aku pikir hanya Nico saja yang mempunyai
teman wanita banyak!”, seru Mark, mengejek.
“Haha sialan kau Mark! Lalu yang selalu didekati banyak wanita
selama ini siapa?”, balas Nicky, mengejek.
“Kalau kamu mau.. kamu boleh pilih salah satu dari mereka!!”, ujar
Mark, senyum.
“Haha oh tentu tidak! Aku terlalu mencintai Gina, aku tidak ingin
kehilangannya!”, ujar Nico, mengalihkan pembicaraannya, “Aku punya berita bagus!
Bryan mau married!”, seru Nicky,
berbisik.
“Are you kidding me?”,
tanya Mark, terkejut.
“Yes, I am!!”, jawab
Nicky, mengalihkan perhatiannya.
“Nico, serious!”, seru Mark.
“Of course not! I’m really!!”,
tekan Nicky.
“Haha anak itu.. apa dia main-main!? Dia pikir, apa itu pernikahan!?
Dengan siapa Bryan mau married??”,
tutur Mark, tidak percaya.
“Kerry Katona!! Dan apa kamu tahu?? Terakhir kali Bryan menyatakan
cintanya pada Delta! Itu tidak lama, sekitar.. uhh, aku lupa kapan itu terjadi! tapi itulah kenyataanya!!”, ungkap
Nicky.
“Bukankah dia pernah bilang, Kerry Katona itu adalah bukan wanita
baik-baik?! Kerry suka pergi ke club nite,
tempat-tempat yang ramai atau sejenisnya! Itulah yang terakhir Bryan katakan!! Tapi..
dari mana kamu tahu semua itu Nico??”, tutur Mark.
“Uhh.. bagi seorang Nico itu
bukanlah suatu masalah besar!! Kapan kamu menyusul??”, ucap Nicky, kembali
menggoda.
“Haha Nico! Bukankah kamu lebih tua dari pada aku?? Kenapa tidak
kamu duluan saja??”, erang Mark.
“Haha apakah itu menutup semua kemungkinan Mark??”, tanya Nicky.
“Hahhh sudahlah!!”, seru Mark, abaikan.
“Yasudah Mark aku pulang! Salam buat Belinda, Mamma dan juga Pappa yaa!!”,
ujar Nicky, tersenyum jahil usil.
“Sure, carefully drive Nico!”,
seru Mark.
“Thanks a lot Mark,
bye!”, sahut Nicky, berlalu.
Keesokan harinya pukul. 06.15 a.m. Disaat Mark dan Belinda
harus pergi ke sekolah.
“Belinda, maafkan kakak! Nicky tidak bisa datang untuk menjemput
kamu! Motornya sedang dalam masalah, jadi dia akan ikut pergi bersama temannya!”,
ujar Mark, berbisik dari pintu kamar Belinda.
Membuka pintu kamarnya, “Belinda sudah menyangka
semuanya!”, tutur Belinda, menutup pintu kamarnya kembali.
Sementara itu Pappa dan Mamma sedang
menunggu Mark dan Belinda untuk sarapan bersama.
“Belinda dan Mark dimana?”, tanya Pappa.
“Entahlah, mereka masih di atas!!”, jawab Mamma.
“Biar aku yang panggil!!”, seru Pappa.
Pappa segera pergi menuju kamar Mark
dan Belinda untuk menyuruh Mark dan Belinda sarapan sebelum berangkat ke
sekolah.
Mengetuk pintu kamar Belinda, “Belinda..”, sahut Pappa, sambil
berlalu dari kamar Belinda menuju kamar Mark, “Mark..”, mengetuk pintu kamar Mark
dan membukanya.
“Yeah Ppa, Mark akan
segera turun untuk sarapan!”, seru Mark.
“Mark, ajak Belinda juga!!”, ucap Pappa, sambil kembali ke bawah
untuk menunggu Belinda dan Mark.
“Yaa Ppa, segera..”, balas Mark, keluar dari kamarnya menuju kamar Belinda,
“Belinda, cepat ke bawah!!”, seru Mark.
“Yeah, kak..”,
jawab Belinda, ketus.
Belinda dan Mark pergi ke ruang makan
bersama-sama untuk sarapannya. Belinda mempercepat langkahnya ketika ia melihat
Mamma dan Pappa yang serius membicarakan sesuatu, sepertinya Belinda tengah
mencoba mencairkan kekakuan yang terlihat oleh matanya.
“Pappa.. Mamma..”, ucap Belinda, memeluk.
“Mma.. Ppa..”, sapa Mark.
“Ppa, izinin Andah ya untuk pergi bareng Kak Mark!?”, tanya Belinda,
dengan lembut.
“Nggak, cepat habiskan makannya, kamu harus berangkat ke sekolah
lebih awal dari sebelumnya!”, balas Pappa.
“Pappa..”, ucap Mark.
Melihat Mark, “No,
Mark!!”, seru Pappa.
Saat sarapan telah selesai, Mark dan Belinda
segera bergegas ke luar rumah untuk pergi ke sekolah, begitu juga Pappa. Pappa
segera pergi keluar memasuki mobilnya untuk pergi bekerja ke rumah sakit.
“Ppa, Mma, Belinda pergi!”, seru Belinda, berlalu.
“Hati-hati Belinda, Mark!!”, balas Mamma.
Baru
saja Belinda berjalan beberapa langkah tapi Mamma berjalan menuju Belinda,
“Belinda, sayang…. Dengar Mamma, kamu jangan marah ya sama Pappa, Pappa sayang
kamu karena itu Pappa lakukan ini untuk kebaikan kamu. Mamma diam saja juga
karena Mamma tahu Pappa melakukan hal yang benar. Kamu hati-hati di jalanan
sana. Pergilah, belajar yang pintar dan jangan nakal.. Mamma tunggu kamu di
rumah, I love you my little girl.”,
tutur Mamma, tersenyum memberi semangat.
Pappa
hanya memperhatikan Mamma yang menasihati Belinda dengan caranya yang lembut,
dan karena kelembutan Mamma lah Pappa setiap harinya jatuh cinta pada Mamma. Belinda
kembali berpamitan kepada Mamma dan meneruskan langkahnya walau Belinda sangat
tidak senang dengan apa yang menjadi keputusan Pappa, tapi tak ada yang bisa
Belinda lakukan. Begitu pun dengan Mark, ia berpamitan dengan rasa tak enak
hati, merasa bersalah kepada adik-nya itu. Mark masih menunggu Belinda untuk
berjalan bersamaan menyusuri halaman untuk segera keluar dari gerbang rumah
mereka, diikuti oleh Pappa. Nampaknya telinga Belinda tebal sekali, Belinda dan
Mark masih sibuk saja membicarakan sesuatu. Pappa yang mulai mengendarai mobilnya
melihat kedua anaknya itu seperti sedang berdebat, namun Pappa mengabaikannya
dan pergi mendahului keduanya untuk sampai ke rumah sakit, karena Pappa tahu
itu pasti masih soal yang sama.
“Huhh, Pappa memang keras
kepala, selfish.. masa anaknya
sendiri dibiarin jalan kaki sendirian.. mana nggak ada taxi.. kakak juga yang salah! Ngapain bilang-bilang ke Pappa!?”,
ujar Belinda, terus menggerutu kepada Mark.
“Berisik!!! Kakak
tidak mau berbohong untuk hal yang satu itu Belinda. Lagian masalahnya itu ada
pada kamu yang melawan Pappa dengan sangat berani. Kakak saja tidak berani
berkata seperti itu kepada Pappa, tapi kamu malah....”,
ungkap Mark.
Mark
memotong pembicaraannya dan melirik ke arah Mamma. Sesegera mungkin Mark
memasuki mobilnya lalu segera pergi dengan mengendarai mobilnya.
“Kakak.. kenapa
pergi? Andah bagaimana?? Don’t go!!”, ucap Belinda, teriak.
“Forgive me Andah.. I’m waiting for you at the school!! Please,
don’t be late!!”, ujar Mark, teriak.
“Kakak… stop it!! I really hate you!”, balas Belinda,
teriak, tapi Mark malah pergi mengendarai mobilnya dan mengabaikan Belinda.
Mamma hanya menggeleng-gelengkan
kepala dari kejauhan melihat kelakuan buruk Belinda. Setelah Belinda sampai di
sekolah, Belinda mendapatkan hukuman karena terlambat datang ke sekolah, dan ketika
Belinda akan memasuki ruang secondary school, ternyata di depan pintu Nicky sudah menunggu Belinda. Nicky menunggu
Belinda untuk meminta maaf karena Nicky tidak bisa menepati janjinya untuk
pergi ke sekolah bersama Belinda karena ada sesuatu yang mendadak.
“Belinda, wait.. you’re late! Is it because of me??”, tanya Nicky,
memegang tangan Belinda.
“Hmm.. no, Kak Nick! It‘s because of myself! I made a
mistake, until I had to accept the condition!!”, jawab Belinda, tersenyum.
“You’re nice girl Belinda, wish
you could forgive me just one more time and I swear, I’ll be there.. anytime
you want me to..”, ujar Nicky, menatap Belinda.
“Yeah, Kak Nick, thank you! I must enter the room now. I’m already get a
punishment to stand by there.. and now, I have to say sorry..”, tutur Belinda, berlalu.
“Belinda…”, sahut Nicky.
Nicky sangat merasa bersalah kepada Belinda. Belinda pun dengan segera menyusul mata
pelajarannya yang tertinggal.
“Ehmm.. sorry Mr. I’m too
late, I’m Belinda Natasha, may I sit now??”, ujar Belinda.
“Please... please don’t return
again!”, seru Mr. Carlos.
“No, no, I never
commit to turn the same mistake!”, balas Belinda.
Belinda pun dengan segera menduduki kursinya
untuk mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung.
“Hey, what’s studying now??”,
tanya Belinda, berbisik.
“Economic..”, jawab Anna,
yang sedang sangat serius memperhatikan apa yang sedang dijelaskan.
“What’s??”, tanya Belinda
kembali.
“Yups, He’s Carlos Santiago, Economic teacher!!”, seru Anna, melihat
Belinda.
“Mr. Carlos, yups!! Thanks..”, balas Belinda.
4
The Loser
Pukul 12.30 p.m..
Bel berbunyi, Semua mata pelajaran
telah selesai. Belinda yang saat itu terlambat untuk mengikuti pelajaran dan mendapatkan
hukuman, kini telah terobati karena disaat jam pelajaran Geography, Belinda mendapatkan nilai plus. Dengan sangat riangnya Belinda tersenyum keluar dari kelasnya
dan berjalan seperti biasa, seolah-olah semua tidak pernah terjadi. Disaat
Belinda telah melupakan semua, tiba-tiba Mark datang dan berteriak kepada
Belinda. Belinda yang saat itu telah melupakan semua, tapi ketika Belinda
melihat Mark, Belinda jadi kembali teringat hukuman-hukuman itu.
“Belinda..”, sahut Mark, berlari sambil berteriak kepada Belinda.
Berbalik, “Ada apa?? Belinda mau pulang sendiri saja!”, ujar Belinda,
dengan nada yang malas.
“Belinda, kakak antar kamu pulang yaa!?”, ujar Nicky.
“Kak Nick ngapain di sini?? Nggak! Kakak pulang duluan saja, Belinda
mau ke kantor dulu!!”, jawab Belinda.
“Belinda.. kakak akan tunggu kamu, okay!?”, ucap Nicky, merasa bersalah.
Padahal Nicky sudah meminta maaf
kepada Belinda. Malahan Nicky sampai merasa bersalah dan ia ingin mengantar Belinda
mestipun harus berjalan kaki bersamanya, tapi Belinda malah menghiraukan
perkataan Nicky dan Belinda sepertinya masih marah akan kejadian tadi pagi, tapi
sesungguhnya Belinda hanyalah ber-acting.
Dia gadis yang manja, siapapun akan merasa kesal dan menjauhinya bila tidak
kenal lebih dekat dengannya.
“Kak Mark, kakak pulang duluan saja! Andah bisa jalan kaki! Lagian.. Pappa suruh
Andah untuk pulang dan pergi jalan kaki!!”, ucap Belinda, memperjelas.
“Belinda!! Kalau kamu terus-terusan bersikap seperti ini, kakak
tidak yakin kalau Pappa akan mau mencabut hukumannya itu!!”, ujar Mark, kesal.
“Mark, sudahlah! Belinda.. apa kamu yakin, kamu akan
baik-baik saja??”, ujar Nicky.
Belinda itu memang sangat dimanja
oleh Mamma. Mestipun begitu, Mark tidak pernah berpikir kalau Nicky pun akan
ikut memanjakannya.
“Kak Nick, don’t worry about me! I’m okay here!!”,
ucap Belinda.
“Nicky, sudahlah kamu pulang saja!!”, seru Mark.
“Baiklah, kakak tidak ingin memaksa! Kakak pulang yaa..”, tutur Nicky,
berlalu.
“Kakak tunggu kamu di rumah!!”, seru Mark, berbalik dan
berkata, “Haahhhh Nicky dan Belinda itu samanya! Mereka sangat pandai ber-acting!!”, ujar Mark, berbisik.
Mark dan Nicky segera meninggalkan
Belinda untuk segera pulang ke rumah, tinggallah Belinda sendiri. Belinda
berjalan kaki sendiri untuk sampai ke rumah sambil merenungi kesalahannya.
Belinda berpikir, apa yang ia lakukan? Belinda tidak seharusnya marah kepada Nicky
ataupun Mark, lagian Belinda lah. Seharusnya ia mengerti untuk tidak melakukan
kesalahan, apalagi sampai membuat Pappa marah, “Tapi siapa yang dapat
mengiranya? Aku kan hanya seorang manusia biasa, aku bisa melakukan kesalahan
kapanpun.”, gerutu Belinda. Ketika Belinda berada di tengah perjalanan, Belinda
bertemu dengan Rocco yang sedang mengendarai motornya dan melintasi jalur yang
sama untuk sampai ke rumah.
“Hey, Belinda!?”, sapa Rocco,
menghentikan lajunya.
“Hey, Rocco, kamu pulang
lewat sini juga?!”, balas Belinda.
“Yeah, mana kakak kamu??”,
tanya Rocco.
“Kak Mark sudah pulang duluan..”, jawab Belinda.
“Kamu sedang apa di sini??”, tanya Rocco, heran.
Melihat Rocco, “Aku mau pulang!”, seru Belinda, tersenyum.
“Jalan kaki??”, tanya Rocco.
“Yeah.. kecuali jika kamu
mau mengantarku.”, jawab Belinda, mengalihkan perhatiannya.
“Yasudah, kamu bareng aku saja!! Kebetulan rumah kita satu jalur! Ayo
naik!!”, ujar Rocco.
“Beneran?? Thank
you..”, balas Belinda, tersenyum.
Dedaunan yang kering dan berjatuhan mengantarkan Belinda
dan Rocco untuk sampai di tempat yang mereka tuju, dan panasnya sinar mentari
menghantar bulatnya bumi.
Disaat Belinda tengah lelah berjalan kaki untuk sampai ke rumah, tiba-tiba datanglah Rocco teman sekolah Belinda yang membawa berita
baik untuk mengantarkan Belinda sampai menuju rumah.
Disaat itu
kaki Belinda terasa sangat berat dan begitu lelah untuk mendaki jalanan yang
sebenarnya hanya beberapa kilometer dari SummerHill
School, tapi Belinda
begitu mengeluh. Beberapa saat kemudian Belinda sampai di depan rumah. Tak jauh dari depan halaman rumah terlihat Mark yang sedang menunggu Belinda untuk pulang
berjalan kaki, tapi apa yang Mark
lihat? Belinda malah pulang
dengan diantar teman sebayanya. Belinda sudah melihat Mark yang sedang berdiri
di depan pintu dari kejauhan, tapi Belinda mencoba menghiraukan, mencoba
berpura-pura untuk tidak melihat Mark.
“Okay, stop it!”, seru Belinda.
“Di sini rumah kamu?”,
tanya Rocco, menghentikan lajunya.
“Yeah, apa kamu mau masuk dulu?”, balas Belinda.
Melihat Belinda, “Tidak, terima kasih! Aku harus pulang sekarang.
Sepertinya kamu sudah ditunggu!”, ujar Rocco, tersenyum.
“Kalau begitu, hati-hati di
jalan yaa, terima kasih banyak telah berbaik hati untuk mengantarku pulang...”, sahut Belinda, tersenyum.
Melajunya
sepeda motor yang Rocco kendarai. Belinda segera masuk ke rumah. Setelah sampai di depan pintu, Belinda melewati Mark dengan begitu saja, tak menganggap bahwa kakak-nya sedang berada di depan pintu yang sejak lama menunggu Belinda.
“Kamu pulang dengan siapa?”, ucap Mark.
“Rocco!”, balas Belinda, menghentikan langkahnya.
“Kakak gak tanya namanya!”, seru Mark.
“Kalau begitu teman!”, seru Belinda, meneruskan langkahnya.
“Belinda...”, ucap Mark,
menggertak.
Belinda segera
pergi menuju ruang makan karena Belinda tahu pasti Mamma dan Pappa-nya tengah menunggu
Belinda untuk pergi makan siang bersama dan ternyata benar Pappa dan Mamma sedang menunggu Belinda untuk makan siang
bersama sejak Mark pulang dari kuliahnya.
“Belinda, kamu sudah pulang??!”, seru Mamma.
“Cepatlah ganti baju, kami sudah menunggumu dari
tadi.”, ujar Pappa.
“Ppa..”, ucap Mark, menyapa.
“Andah mau langsung makan Ppa.. Andah ada less,
mau langsung pergi!”, sahut Belinda.
“Less?
Tapi kan kamu baru saja pulang?? Kalau begitu sebaiknya tadi kamu kabari kami saja.”, tutur
Mamma, heran.
“Andah tidak
ingat Mma..”, jawab Belinda.
“Sebaiknya kamu ganti bajumu dulu Belinda..”,
ujar Pappa.
“Tidak Ppa, Andah ganti di sekolah saja.”,
balas Belinda.
“Apaan? Ganti di sekolah???”, tanya Mark.
“Yasudah, Mark ayo dimakan!”, sahut Mamma.
“Kamu boleh, minta antar kakak kamu!”, ucap Pappa, menatap Belinda.
“Tidak Ppa, terima kasih! Andah mau berangkat
sendiri saja, lagian bukankah
Andah masih dihukum?”, tanya Belinda, meneruskan makannya.
“Yasudah kalau memang kamu suka dengan hukuman itu.”, balas Pappa, menatap Belinda.
Pappa terus saja
memperhatikan Belinda sepanjang makan siang berlangsung.
Saat makan siang telah
selesai, Belinda bergegas menuju
kamarnya untuk mengambil pakaian miliknya lalu segera bergegas kembali untuk
pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Mamma, Pappa dan Mark hanya terus memerhatikan
tingkahnya. Pada saat itu juga mereka tahu bahwa Belinda benar-benar marah
dibuatnya.
“Mma, Andah pergi!”, seru Belinda, cemberut.
“Belinda, boleh Pappa bicara sebentar?”, ucap
Pappa, menatap Belinda.
“Tentang apa Ppa?”, tanya Belinda.
“Ini
baru 1 hari.. tapi, maafkan
Pappa Andah kalau karena hukuman yang Pappa
berikan, kamu jadi tersiksa. Pappa bukannya mau mengkekang kamu atau apapun
itu!”, ujar Pappa, dengan jelas.
“Pappa.. Belinda sama sekali
tidak merasa tersiksa ataupun terkekang!”, balas Belinda, meneruskan langkahnya
menuju keluar rumah.
“Belinda..”, ucap Mamma, sedih.
Menghentikan langkahnya dan berbalik, “Mamma.. Pappa..
percayalah, Belinda akan baik-baik saja!”, ujar Belinda, meyakinkan.
“Mulai besok, kamu boleh pergi ke sekolah bersama kakak kamu!”, ucap Pappa.
“Terima kasih Ppa.. kalau gitu Andah pergi.”, ucap Belinda, senyum.
“Hati-hati.”, sahut Mamma.
Belinda
segera kembali meneruskan langkahnya untuk segera sampai ke sekolah. Haahhhh... Belinda
merasa mengapa konflik di rumah ini tidak pernah berakhir. Belinda
seperti sudah lelah untuk membukakan mulutnya, dan lidahnya terasa berat untuk
bicara, “Kenapa Pappa dan Mamma begitu juga kakak tak pernah lelah
untuk mengkhawatirkanku?5”, ucap
Belinda, dalam hati. Belinda merasa seperti ingin meledak. Belinda sadar mereka melakukannya karena mereka terlalu sayang padanya. Kembali terlihat Mark
yang sedang berdiri di depan pintu halaman, kali ini Belinda tidak melarikan
diri atau berpura-pura untuk tidak melihat Mark.
“Belinda..”, ucap Mark, menarik tangan Belinda.
“Kakak sedang apa berdiri di depan pintu?”, ujar
Belinda, menatap wajah Mark.
“Belinda.. hey!
Kamu sudah besar sekarang. Kamu bukan Belinda yang kakak kenal lagi!”, ucap Mark, mengalihkan perhatiannya.
“Kakak.. Andah tetaplah adik kakak. Kakak tolong, jangan
buat Andah sedih! Pappa dan Mamma menginginkan Belinda
jadi anak yang mandiri! Andah harus pergi kak.. excuse me.. I
love you kak!”, ujar Belinda, pergi melewati Mark.
Mark tidak
bisa berkata apapun. Mark benar-benar merasa bahwa ia telah kehilangan Belinda
yang ia kenal hanya karena kejadian kecil di sekolah yang Mark bawa sampai ke rumah dan akhirnya Belinda dihukum. Sungguh Mark sangat menyesalinya. Sedangkan Belinda, ia pergi dengan suasana hati yang sangat
tidak menyenangkan. Di tengah Mark sedang duduk di depan halaman, tak lama terdengar suara dan langkah kaki yang menjumpainya.
“Excuse me...”, sapa Fenella, yang
melihat Mark sedang serius membaca buku.
Fenella, umurnya
sebaya dengan Mark mungkin hanya berbeda 1 tahun di bawah Mark, tak banyak
perbedaan. Fenella adalah teman satu kampus Mark dengan jurusan yang sama yaitu
Economic. Fenella itu naksir dengan
Mark, namun Mark tidak peka akan hal itu. Sama seperti teman wanita
Mark yang lainnya, tak ada yang istimewa di mata Mark. Namun begitu, Fenella
adalah gadis yang baik juga cerdas. Fenella datang menjumpai Mark untuk belajar
bersama, entahlah tapi mungkin bagi Fenella ini salah satu kesempatan untuk
menarik perhatian Mark.
“Fenella...”, ucap Mark, mengalihkan diri dari
buku yang ia baca.
“Mark, aku lihat Belinda jalan kaki! Apa dia mau
pergi ke sekolah? Dia ambil kelas siang ya?”, tanya
Fenella, yang sedikit heran.
“Tidak, dia mau pergi less!”, jawab Mark, singkat.
“Pergi less..
memakai seragam? Aku pikir Belinda ambil kelas siang...”, ucap Fenella.
“Tidak, entahlah! Ayo
duduk...”, seru Mark.
“Wajahnya
terlihat tidak menyenangkan. Terima kasih..”, jawab Fenella.
“Aku ke dalam dulu sebentar..”, ujar Mark.
Tidak lama
Mark pergi ke dalam untuk mengambilkan Fenella segelas air minum lalu kembali menjumpai Fenella.
“Ehm..
Mark, Pappa dan Mamma kamu kemana?”, tanya Fenella.
“Kamu mau bertemu dengannya?”, jawab Mark, menatap Fenella.
“Tidak! Aku hanya ingin
menyapanya.”, ujar Fenella, malu-malu.
Yaaa
sepertinya Fenella benar-benar jatuh hati pada Mark, tapi Mark benar-benar cuek pada
wanita yang Mark anggap biasa
saja atau hanya teman dan gak lebih. Mark didekati banyak perempuan itu sudah biasa, tapi Mark tidak seperti Nicky yang selalu
memberikan harapan pada siapa saja wanita yang ada di dekatnya.
“Yasudah, ke dalam yuk!”, seru Mark.
Fenella dan
Mark pergi menuju ruang belajar yang letaknya melewati ruang santai, yang di sana ada Mamma dan Pappa, sekaligus menyapanya.
“Om, Tante.. selamat siang!”, sapa Fenella,
dengan nada yang manis.
“Hello,
selamat siang!”, balas Mamma, tersenyum.
“You are going first!”, ucap Mark, pada Fenella.
Fenella pun
meneruskan langkahnya untuk sampai ke ruang belajar.
“Mark, does
she your girlfriend?”, tanya Pappa.
“Doesn’t, Papp!”, jawab Mark, duduk dekat Mamma dan
Pappa.
“Lalu bagaimana hubungan kamu dengan Viv?”, tanya
Mamma.
“Sudah lama berakhir Mma!”, jawab Mark.
“Kamu tidak menyakitinya kan Mark?”, tanya Pappa,
serius.
“Nggak lah Ppa, Mark tidak akan
tega menyakiti wanita manapun! Adik Mark kan perempuan semua.. Mark tidak bisa
bayangkan kalau itu terjadi pada Belinda dan Violetta!”, jawab Mark, jelas.
“Itu baru anak Mamma..”, ucap Mamma, mengalihkan
perhatiannya.
“… dan Pappa! Yasudah, kamu temani Fenella!”, sambung Pappa.
“Baiklah..”, jawab Mark, berlalu.
Mark segera
pergi menuju ruang belajar untuk menemui Fenella. Mamma dan Pappa sangat mengenal Viv. Sebenarnya Mark berhubungan dngan
Viv semenjak ia masih tinggal di Irlandia. Tentu semua berawal dari teman
hingga akhirnya Mark pindah ke Spanyol dan Indonesia, Mark tetap menjaga
hubungan baiknya dengan Viv. Saat itu Pappa dan Mamma mengenal baik Viv bahkan
keduanya mengenal ibu dan ayah Viv. Viv pernah ikut tinggal untuk beberapa lama
di Indonesia dengan Kian. Kian adalah kakak Viv. Tapi kakak Viv yang lainya
meminta Viv untuk kembali ke Irlandia, sesampainya di Irlandia Viv memberikan
kabar yang tidak baik untuk Mark, dan Mark seperti mencoba melapangkan dadanya
untuk berkata baik-baik saja menerima keputusan yang orang tua Viv ambil untuk
keduanya. Bukan Mark tidak melakukan apa-apa untuk membuat hubungannya tetap
baik tapi Mark telah melakukannya. Mark berbicara langsung melalui video call kepada ayahnya Viv, tapi….
Mark juga tidak mungkin untuk datang ke Irlandia saat ini. Kian tidak bisa
melakukan apa-apa. Meski ia tahu keduanya saling mencintai, tapi menurut Kian
yang berhak memutuskan tetaplah Viv. Seketika semua hubungan itu berakhir tanpa
ada satu pun di antaranya yang menginginkan.
“Maaf sudah menunggu lama..”, ucap Mark, menjumpai.
“Tak apa..”, balas Fenella, tersenyum.
“Sudah dapatkan?”, tanya Mark, dengan wajah tenangnya.
“Yeah, tinggal
kamu perbaiki!”, jawab Fenella,
melihat Mark.
“Baiklah!”, seru Mark, mengambil alih lap top yang ada pada Fenella.
Beberapa jam terlewat, Mark dan Fenella
begitu fokus akan tugas yang tengah mereka kerjakan. Saat itu tepat hari mulai
gelap, perlahan matahari menutup dirinya dengan pasti. Mark tersadar dan
dilihatnya jam yang tak henti-hentinya berdetak kian cepat membawanya pada
ingatan sang adik, Belinda.
“Mark, kamu kenapa?”, tanya Fenella, yang terhenti menatap Mark.
“No, I’m
fine! What time is it?”,
balas Mark, tak karuan.
“05.30 p.m!
Kamu mengkhawatirkan adikmu?”, tanya Fenella, dengan penuh pengertian.
“Yeah, tidak biasanya jam segini belum pulang..”, jawab Mark, cemas.
“Yeah, ini sudah sangat sore, sepertinya aku pun sudah harus pulang
Mark..”, ucap Fenella.
Tugas itu belum
sepenuhnya terselesaikan, tapi Fenella begitu menjadi sosok wanita yang
mengerti dan mau mengalah juga tidak egois. Fenella mengerti apa maksud
rintihan Mark. Mungkin Mark memintanya untuk pulang dengan segera dan Mark akan
senantiasa bertindak cepat untuk menemukan jawaban dari kekhawatirannya pada
sang adik.
“Yeah..
pulanglah segera, jangan sampai kamu membuat banyak orang khawatir menunggumu...”, ujar Mark,
tergesa-gesa.
“Ehemm, kalau begitu aku pamit, titipkan terima kasihku pada Om dan Tante, aku pulang!”, seru Fenella, jelas.
“Yeah,
hati-hati.. maaf aku tidak bisa mengantarmu Fenella..”, ungkap Mark, memandang Fenella.
“Tak apa Mark, aku mengerti..”,
balas Fenella, tersenyum.
Fenella pun
pulang dengan segera. Tinggallah Mark yang
sedang kebingungan mengkhawatirkan Belinda, dengan mempercepat
langkahnya Mark segera pergi ke ruang keluarga.
“Mark, Belinda belum pulang?!”, sahut Pappa, tergesa-gesa.
“Mark, adikmu belum juga pulang!”, ucap Mamma,
khawatir.
“Tenanglah Mma, Ppa, biar Mark yang mencarinya!”, ujar Mark, memulai langkahnya.
“Pappa sudah telpon sekolah dan
pihak sekolah bilang, sejak jam. 4 tadi less
sudah dibubarkan! Kamu tahu apa yang terjadi pada Belinda di sekolah tadi?”, tanya Pappa.
Berbalik, “Ehmm..
tadi Belinda hanya pulang dengan seorang lelaki, yang aku tahu!”, jawab Mark,
perlahan.
“Laki-laki? Apa dia pacar Belinda?”, tanya Mamma.
“??”, Pappa terdiam.
“Sepertinya bukan Mma! Mark
pergi..”, ucap Mark, bergegas.
Dengan
cemasnya Mark cepat berbalik dan melangkahkan kakinya untuk mencari Belinda. Sebenarnya, Belinda tidak marah, dia hanya kesal karena Belinda merasa semua sangat tidak adil untuknya dan tak satu pun orang
dapat mengertinya. Belinda berpikir, “Aku hanya seorang anak kecil yang ingin merasakan kasih sayang sepenuhnya.6”, tapi Belinda sadar bila
itu terjadi kepadanya, Tuhan sangat begitu tidak adil.
“Harus cari kemana??”, ucap
Mark, sambil terus mengendarai mobilnya.
Di malam yang sangat dingin, Mark tengah mencari Belinda
kemana-mana, tapi Mark belum juga menemukan Belinda. Pukul 07.50 p.m., di tengah jalan Mark
bertemu dengan mobil Nicky dan ternyata itu Nicky. Di sana ada Gina dan juga Belinda. Seketika Mark pun
menghentikan mobilnya tepat di depan mobil yang sedang dikemudikan oleh Nicky, yang ternyata Belinda
sedang asyik tertawa bersama Nicky dan Gina tanpa memikirkan bahwa Mamma, Pappa
dan juga Mark cemas menunggu Belinda di rumah tanpa adanya kabar. Nicky pun seketika menghentikan mobilnya dan
semua terdiam kaget.
Mark pun keluar dari mobil dan berkata “Get
out!”, dengan nada yang keras.
Berbisik, “Kak Mark Fee..”, ujar Belinda, dengan tegang.
“Go home!”, seru Mark, menarik tangan Belinda.
“Ih kakak... sakit!”, ujar Belinda, teriak.
Mark melepaskan
genggamannya dan berbalik menjumpai Nicky, sementara Belinda berlari menjumpai
Georgina.
“Nicky, kamu tahu? Mamma dan Pappa-nya khawatir menunggu dia di rumah!”, tekan Mark.
“Mark maafkan aku, aku tidak memberitahumu kalau
Belinda bersamaku! Tadi, aku bertemu dia sedang jalan kaki sendirian, akhirnya
aku ajak dia..”, jelas Nicky.
“Mark..”, ucap Gina, senyum.
Jujur saja Gina
takut jika sudah melihat Mark dengan amarahnya yang meledak-ledak. Wajahnya
yang putih berubah menjadi kemerahan seperti udang yang baru saja masak dari
panggangnya. Mark tidak mau
tahu apapun itu alasannya. Nicky, Gina, maupun Belinda, mereka telah membuat Pappa, Mamma dan Mark panik, karena mereka pikir dunia malam itu kejam, sangat berbahaya untuk gadis
remaja yang manja seperti Belinda keluar rumah tanpa adanya kabar yang pasti
dan Mark kira, Nicky ataupun Gina mengerti akan hal itu.
Melihat Belinda, “Masuk mobil!”, tekan Mark.
“Kak Nick, Kak Gina.. maafkan Andah ya? Terima
kasih!”, ujar Belinda, dengan nada manis.
Siapa yang
tak kenal Belinda? Gadis kecil yang beranjak remaja dengan pemikiran yang terkadang begitu dewasa. Dia sangat manis.
Apalagi Nicky, dia mengenal Mark sejak ia kecil, mestipun mereka jarang
bertemu. Nicky itu adalah saudara sekaligus sahabat untuk Mark. Mark, Nicky, Violetta
dan Belinda, mereka seperti
tumbuh besar bersama mestipun pada kenyataannya tidak.
“Tak apa, sekarang kamu pulang
yaa, hati-hati..”, ucap Gina, menyesal.
Belinda pun
memasuki mobil dengan segera..
“Gina.. Nico.. maafkan aku, terima kasih sudah menjaganya!”,
ucap Mark, menyesal.
Nicky mencoba menghiraukan
Mark, “Belinda.. take
care!”, ucap Nicky, pada
Belinda.
Entah
mengapa Nicky mempunyai perasaan cemas pada Mark, ada rasa cemas yang tak wajar
pada diri Mark. Nicky itu adalah sesosok pria yang misterius dan pandai
memecahkan masalah, pandai ber-acting dan setia pada pilihannya. Pantas saja
Georgina sangat menyayangi Nicky dan juga tidak ingin kehilangannya, begitu
juga sebaliknya. Meskipun sesekali
Nicky menggoda wanita-wanita, namun itu tidak pernah serius Nicky ucapkan. Begitu pun Gina, nyatanya Gina sampai rela untuk
menghabiskan liburan panjangnya bersama Nicky dan jauh-jauh datang dari
Irlandia. Mark dan Belinda
pun pergi, tinggallah Nicky dan Gina.
“Tebaklah, apa yang sedang ku pikirkan?”, ucap
Nicky, melihat Gina.
Melihat Nicky, “Aku tak tahu…”, balas Gina,
heran.
“Aku khawatir pada Mark, jangan-jangan dia
menyukai adiknya itu..”, ujar Nicky, dengan wajah misteriusnya.
“Sssstttt...
kamu gak punya adik yaa??? Makanya kamu harus tahu bagaimana rasanya punya adik, apalagi adik perempuan!”, ucap
Gina, menggoda Nicky.
“Ohh... Ayo masuk!”, jelas Nicky, singkat.
Sebenarnya Nicky tidak ingin
berprasangka buruk pada Mark, apalagi sampai meyakinkan Gina begitu dalam
tentang kecurigaannya itu, tapi
semenjak jauh-jauh
hari Nicky memang sangat ingin mengutarakan bahwa mereka begitu manis. Mark
begitu mengistimewakan adik yang bukan satu-satunya itu.
Nicky dan
Gina pun pergi…
“Kenapa kamu?”, tanya Mark.
“Kenapa?”, balas Belinda, cemberut.
Menghentikan mobilnya sejenak,
“Lihat kakak! Kakak sayang sama kamu..”, ucap Mark, mencium
Belinda.
Ooopps.. itu adalah ciuman seorang kakak kepada adiknya yang paling mesra.
Sebagaimana pun, Belinda itu sudah besar, Belinda mengerti apa itu cinta. Belinda begitu malu dibuatnya, malu dan salah
tingkah. Ini bukanlah jenis permainan yang biasa Mark dan Belinda mainkan ketika sedang bersama dalam kondisi apapun. Jantung Belinda
berdetak kencang. Apa artinya? Apa itu boleh dilakukan oleh sepasang adik dan
kakak? Apa itu hal yang wajar untuk dilakukan? Belinda sungguh
menyesali kejadian ini. Kini mereka ada di tengah kekakuan yang amat membuat
keduanya malu untuk saling menyapa.
“Kakak ighhhhhhh!”, teriak Belinda, mengalihkan perhatiannya.
Melanjutkan perjalanannya, “Oh god! Maafkan kakak Andah...”, ucap Mark, tak menyangka.
Memeluk Mark, “Kakak.. Kak Mark Fee, Kak Mark kakak Andah, Belinda adik kakak ingat itu!”, ungkap Belinda, tak karuan.
Menghentikan mobilnya, “Belinda, maafkan kakak, kakak....”, ucap Mark,
menyesal.
Memeluk Mark, “Andah sayang sama kakak..”, tutur Belinda, tulus.
Mark merasakan
pelukan itu, pelukan yang sering Belinda beri disaat wajahnya dipenuhi dengan
senyuman bahkan tangisan. Tangannya bagai sentuhan bayi kecil yang hangat yang
Mark rasakan. Itu adalah sentuhan tulus seorang adik dengan seribu kepercayaan
yang ditanamkan bagai anak kecil yang inginkan perlindungan sang ayah setiap saatnya.
Belinda mencoba menyadarkan Mark dan membuat luluh perasaan di antara keduanya,
namun apa yang terjadi? Keduanya salah dalam bertingkah sehingga membuat kesan
terburuk yang pernah ada. Suasana
bertambah hening seketika, setibanya di rumah.
Menjumpai, “Belinda!”, seru Mamma.
“Mamma....”, ucap Belinda, memeluk.
“Belinda kenapa kamu?”, tanya Mamma, cemas.
“Belinda minta maaf Mma, Belinda sudah buat khawatir Mamma, Pappa..”, jawab Belinda.
“Masuk! Dari mana kamu Belinda? Cerita pada Pappa..’’, ujar Pappa, menatap
Belinda.
“Ppa.. Mma.. Belinda fine! Belinda capek, ceritanya besok saja yaa?!”, tutur Belinda, dengan nada lelah.
“Yasudah cepat kamu tidur! Mamma
antar..”, ucap Mamma, mengantar Belinda.
Belinda pun
beranjak ke kamarnya ditemani oleh Mamma. Mamma sedikit aneh kepada
Belinda, aneh dan bercampur perasaan sedih. Belinda berbeda dari sebelumnya.
Sebenarnya, Belinda memang tidak ingin sekolah di SummerHill School. Belinda mempunyai sekolah idamannya sendiri.
Belinda ingin sekolah ke luar negeri seperti kakak-nya
Violetta, tapi Pappa dan Mamma-nya tentu saja melarangnya. Jelas saja, Belinda
ingin bersekolah di Germany,
sedangkan Belinda baru duduk di bangku secondary
school ditambah lagi Belinda tidak punya sanak saudara di Germany. Pappa atau pun Mamma tidak
mungkin membiarkan apalagi sampai merelakan Belinda atas keinginannya itu.
Jadi, mau tidak mau Belinda mengikuti keinginan orang tua-nya itu. Mamma pikir
karena itu Belinda berubah.
“Mma.. Belinda tidur yaa!”, ucap Belinda,
lemas.
“Yeah, have a sweet dream…”, sahut Mamma, mematikan lampu.
Mamma pun keluar
dari kamar Belinda…
“Mark, kamu pasti lelah?! Istirahatlah.. besok
ada jam kuliah bukan?”, tanya Pappa.
“Iyaa Ppa, Mark ke kamar yaa..”, jawab Mark.
“Yeah, istirahatlah!”, seru Pappa.
Mark pun segera pergi
menuju kamarnya, baru sampai pintu kamar Belinda, Mark bertemu Mamma…
“Mma...”, ujar Mark, menghentikan langkahnya.
“Mark, ini sudah jam setengah 10,
istirahatlah... pulang kamu dan Belinda sekolah besok, Mamma akan minta
penjelasan kalian!”, ucap Mamma, meneruskan langkahnya.
“Mma tunggu.. Belinda sudah tidur?”, ucap Mark,
menghentikan langkah Mamma.
“Yeah, sepertinya Belinda sangat lelah, istirahatlah Mark!”, ucap
Mamma, berlalu.
Mamma meneruskan
langkahnya, begitu juga dengan Mark. Perbedaan itu terus Mamma
rasakan pada diri Mark dan Mamma mencoba membuang
jauh-jauh perasaan itu, tapi apa daya Mamma tidak bisa tinggal diam.
“Pappa, sepertinya Mark menyukai Belinda..”,
ujar Mamma, gelisah. “Maksudnya?”, tanya Pappa, heran.
“Love!
It’s not the real brother’s love between them.”, jawab Mamma, memandang
Pappa.
“Ngaco! Mereka adik dan kakak.. jangan berkata
yang bukan-bukan!”, ucap Pappa, mengelak.
“Address.. kamu bisa melihat tatapan mereka,
itu bukan tatapan seorang kakak kepada adiknya atau sebaliknya! Aku ibunya,
mereka gak boleh terlalu dekat!”, jelas Mamma, tegas.
“Apa maksud kamu? Kamu tahu kan dari kecil Mark
dan Belinda itu sudah sangat dekat, tak heran jika Mark sangat perhatian!”,
ungkap Pappa, kesal.
“Tapi itu dulu sewaktu Belinda kecil! Sekarang
Belinda sudah besar, dia bukan anak kecil lagi!”, tekan Mamma.
“Aku tahu.. kamu terlalu
berlebihan. Sudahlah, ini sudah malam, ayo tidur! Besok kita bicarakan lagi..”,
ujar Pappa, berlalu.
Pappa mencoba menghiraukan Mamma
dan mencoba untuk tidur dengan nyenyak. Walaupun Pappa ikut merasakan apa yang
Mamma rasakan. Namun, Pappa tak ingin langsung mengambil kesimpulan dari apa
yang Pappa lihat.
Keesokan
harinya…
“Mark,
have you taken a bath?”, tanya Mamma.
“Yes,
mum..”, jawab Mark, singkat.
“Oo ya, semalam itu kalian pulang jam berapa
ya?”, tanya Pappa.
“Jam. 10 kurang Ppa..”, jawab Mark, singkat.
“Belinda, kamu tidak sekolah?”, tanya Mamma,
heran.
“Belinda, kenapa kamu belum ganti baju?”, tanya
Pappa, kaget.
“Ehmmm
Mma, Ppaa.. Andah masuk kelas siang..”, ujar Belinda, menunduk.
“Kelas siang? Kenapa?”, tanya Mamma.
“Andah masih capek!”, seru Belinda.
“Mma, Ppa.. Mark berangkat!”, ucap Mark.
“Mark…!”, sahut Pappa.
Mark pun pergi
dan menghiraukan panggilan Pappa-nya itu…
“Ada apa ini? Belinda, Pappa tidak mau tahu,
jelaskan sekarang juga! Tell me, right
now!”, seru Pappa, membentak.
“Ppa, ini sungguh gak ada apa-apa!”, jawab
Belinda, dengan tenang.
“Semalam kamu pergi kemana dan kalian bertemu
dimana? Pappa bisa saja absen dari kerja Pappa karena kamu Belinda!”, erang Pappa, menatap Belinda yang terus terdiam tidak
mengeluarkan kata sepatah kata pun.
“Kamu marahan ya sama
kakak kamu? Gara-gara Pappa yang kasih kamu hukuman?”, tanya Mamma, dengan lembut.
“Hukuman? Marahan? Mamma, Pappa
bicara apa sih…”, jawab Belinda, mengelak.
“Belinda,
tell us, please!”, ucap Pappa, dengan tegas.
“Sungguh Mma, Ppa! I can’t give you a reason, because… I really don’t know what’s wrong?!
Mma, Ppa.. yes, I do, I get a little bit angry because.. you gave me a
punishment which.. which is so hard to accept the conditions and Mamma, Pappa are
always different me between sister and brother! But I really that’s just
this time!”, jelas Belinda.
“About
your brother?”, tanya Mamma.
“What’s
brother Mma Ppa? I really don’t understand of you are!”, tutur Belinda.
“So,
kakak kamu dingin sama kamu, begitu juga kamu?!”, ujar Mamma.
Melihat Mamma, “What’s cold Mum? I don’t know, maybe Kak Mark has got a problem and… I’m mad at him! Mamma, Pappa, you know how Kak
Mark behaves!”, seru Belinda.
“Yesterday,
you came home with who was he?”, tanya Mamma, tegas.
“Okay.
Firstly, Rocco! He’s my school friend, I met him on the way. And secondly, Kak
Nick, I met him on the road when
I tried to reach home too, and he offered me to go to
his home with Kak Gina,
she’s his girlfriend! And they treated me
so good, I’m comfortable with them!”, jelas Belinda.
“Actually, it’s so simple! I just try to
ask, where did you go last night, but it seemed
like waste of time. enough! I have to go now! Excuse me..”, seru Pappa, marah dan berlalu.
“Belinda,
really???”, ucap Mamma.
“Yeah
Mma.. I never lie to you, believe me!”,
ujar Belinda, menatap Mamma.
“Belinda
listen to me! Kak Mark really loves you.. please, don’t hurt him!”, ucap
Mamma, memohon.
“Mamma..
I don’t get you, really don’t get you!”,
seru Belinda, berdiri dari duduknya.
“Please,
say sorry to your brother!”, ucap Mamma.
“Mamma
please…”, ujar Belinda, menggelengkan
kepala.
“Andah,
sorry! Is it seemed to be the hardest word?”, erang Mamma.
“Okay…”,
balas Belinda, berlalu.
*Just
imagined by you, how the action goes on.
Hal baik yang dapat menenangkan
Mamma adalah tentang perkiraan bahwa benar Belinda marahan dengan Mark. Belinda
marah pasti karena kejadian kemarin. Tapi mengapa nampaknya itu semakin menjadi
semenjak kemarin malam? Mark belum cerita tentang ini. Belinda adalah sosok
anak yang terbuka yang Mamma tahu, namun kali ini ketika Mamma merasa ada yang
disembunyikan namun Belinda belum mau bercerita, saat itu juga Mamma tahu ada
hal yang menekannya sehingga ia berat untuk mengatakannya.
Pukul 12.00 p.m…
Dengan segera
Belinda pergi ke sekolah dengan berjalan kaki dan ketika sampai di gerbang
sekolah ternyata Mark sedang berdiri menunggu Belinda. Belinda melihat ke arah
Mark, tapi Belinda menghindar dari Mark, karena jujur... Belinda belum bisa
melupakan kejadian malam hari itu. Bagaimana bisa kakak yang
Belinda kenal selama 12 tahun lamanya ternyata mempunyai perasaan yang lebih
dari pada seorang kakak kepada adiknya. Such
a terrible!
“Andah..
wait, please!”, seru Mark, mengejar
Belinda.
Menghentikan langkahnya, “I’m sorry, I have to go now! May be you must go home fast!”, ucap
Belinda.
“Belinda, please hear me! Give
me a second chance, please! I wanna talk to you..”, ujar Mark, memohon.
Belinda tidak
bisa melihat Mark memohon merasa bersalah seperti itu, bagaimana pun Belinda
berpikir Mark adalah kakak yang sejak kecil selalu bersamanya dan
menyayanginya, begitu juga sebaliknya. Tanpa berpikir panjang Mark dan Belinda
pun pergi ke kantin.
Terdiam, “Baiklah kak...”, ucap
Belinda, mengangguk.
Ada beberapa
menit, suasana begitu hening. Mark dan Belinda hanya duduk saling berdiam diri.
“Bicaralah kak!”, seru Belinda, menggertak.
“Forgive
me Andah!”, ucap Mark, menyesal.
“You
don’t have a trouble me!”, jawab Belinda.
“Belinda,
please! I know how hurt you..”, ungkap Mark.
“No, you don’t know kak! If you know, that’s never
happened, sorry.. I must go now kak, I’m gone!”, ujar Belinda, berlalu.
Belinda pasti
sangat kecewa. Sepanjang obrolan itu sesekali Mark melihat matanya. Matanya
berkaca-kaca menatapnya, seperti ada kekecewaan yang Mark rasakan dan Mark
tidak tahu apa kesalahan itu dapat terobati seiring berjalannya waktu atau
tidak, yang jelas ini akan sangat sulit untuk menjadi biasa atau hanya untuk
jadi baik kembali.
5
The
Undermistaking of Welcome
Belinda tidak bisa mengungkiri
bagaimana sedihnya Belinda, Belinda ingin melupakan semua yang terjadi, tapi
setiap Belinda melihat wajah Mark, lalu menatapnya, ada bayangan Pappa dan
Mamma. Belinda tidak ingin menyakiti Pappa apalagi Mamma. Bagaimana bisa
seorang adik dan kakak saling jatuh hati. Jika itu terjadi, karmalah yang akan
datang, Belinda mengerti akan hal itu. Setelah selang beberapa hari, keadaan
sedikit membaik, suasana hati luluh begitu saja, walau pun masih ada setitik
ingatan dalam pikiran Belinda dan Mark.
Beberapa hari
kemudian…
“Belinda, besok lusa kakak kamu pulang dari Spain.. Pappa dan Mamma harap kamu dan
Kak Mark bisa menjemputnya di bandara..”, ujar Pappa, tersenyum.
“Ya, Pappa kamu harus ke kantor
karena ada urusan yang harus diselesaikan, tapi tak lama! Sedangkan Mamma,
Mamma akan menyiapkan makan siang di rumah!”, ujar Mamma, meneruskan.
Memma mencoba melupakan semua hal buruk yang Mamma
pikirkan tentang Belinda dan Mark. Keengganan yang Belinda sampaikan pun begitu
jelas menjawab keraguan Mamma untuk dapat melupakannya. Semua yang Belinda
jelaskan itu memang masuk akal dan dapat diterima oleh Pappa maupun Mamma.
Namun, kata-katanya berbeda dengan perlakuannya. Seolah kembali menjatuhkan
kepercayaan Mamma untuk mendidik keduanya dengan baik.
“Mamma.. haruskah Belinda? Kenapa gak Kak Mark
saja sendiri?”, ujar Belinda, mengeluh.
“Belinda, tak mau kah kamu ikut merayakan
kedatangan kakakmu???”, jawab Mamma, menatap Belinda.
“Bukan begitu! Baiklah Mma..”, ucap
Belinda, terpaksa.
Belinda pun
pergi menuju kamarnya dan dikamarnya Belinda hanya menggerutu sendirian
di balik cermin.
“Mamma tak
pernah mengerti aku.. bagaimana Mamma dapat mengerti aku? Kalau akunya sendiri terus berpura-pura
seperti ini? Oh my gosh, kenapa jadi
seperti ini? Kak Mark tak seharusnya seperti itu.. akhirnya kita
sama-sama sulit! Aku jadi canggung berhadapan dengan kakak.. aku rasa, begitu juga Kak Mark. Benarkah?? Kak Mark mencintai aku,
adiknya sendiri? Tapi kenapa?? Kalau Pappa tahu… Pappa pasti marah besar!”,
gerutu Belinda.
Keluar dari
kamarnya untuk pergi ke sekolah…
“Mma.. Ppa.. Andah pergi yaa..”, ucap Belinda.
“Ya, hati-hati di jalan!”, jawab Pappa.
“Take
care Andah!”, seru Mamma.
“Yeah Mma, Andah pergi..”, balas Belinda, berlalu.
Setelah sampai
di sekolah, Belinda bertemu dengan Mark yang sedang asyik tertawa bersama
teman-temannya. Belinda menemui Mark karena Belinda pikir ini akan menjadi lebih baik. Sebelum lusa benar-benar
tiba. Mereka harus benar baik terlebih dahulu setidaknya itu akan mempermudah
Mark dan Belinda untuk kembali duduk bersebelahan dalam satu mobil yang sama
untuk perjalanan yang tidak cukup dekat. Mark sempat heran, Belinda mau menyapa dan bicara malah sampai
menjumpainya.
“Ehmm,
Kak Mark…”, sahut Belinda.
“Belinda..”, ucap Nicky, heran.
“Hey Kak Nick..”, sapa Belinda, tersenyum.
“Sebentar yaa!”, seru Mark, pada
teman-temannya.
“J”, sapa Nicky, tersenyum heran.
“Ada apa Nico?”, tanya Kian, heran.
“Gak beres Mark!”, ucap Nicky, misterius.
“Hah!? Sembarangan kamu Nicky!”, ujar Kian, menghiraukan Nicky.
“Ada apa Belinda?”, tanya Mark.
“Ehm,
Kak Mark maafin Andah, Andah sudah ganggu waktu kakak!”,
seru Belinda.
“It’s
okay, so, why? Tell me!”, ujar Mark.
“Kakak, Andah ingin seperti dulu lagi, kita
kakak adik yang.. yang Mamma dan Pappa tahu! Kakak please! Andah sayang kakak.. tapi, bukan untuk yang kakak pikirkan!”, jelas
Belinda.
“Maafkan kakak,
Andah. Kakak sudah buat semuanya kacau. Kakak cukup mengerti sekarang, ternyata
ketulusan hati kamu membuat siapa saja akan mencintai kamu. Sekarang kakak tahu kamu bukan lagi anak kecil. Sekarang kamu telah tumbuh menjadi gadis yang
manis. Kamu mengerti apa itu cinta. terkadang, kakak merasa tidak rela jika nanti bila waktunya tiba kamu akan membawa
laki-laki, lelaki yang kamu cintai.. betapa beruntungnya laki-laki itu, tapi tentu saja bila kamu sudah dewasa. Sekarang masih belum! Lupakan semua Andah,
biarkan itu berlalu. Kakak minta maaf, kita tetap adik dan kakak. Jangan canggung lagi sama kakak..
lagi, kakak sungguh menyesal soal kejadian malam yang
lalu di mobil, kakak khilaf.. kakak
sungguh tidak habis pikir. Sekarang sebaiknya kamu masuk kelas.. sebentar lagi jam pelajaran akan
dimulai!”, ungkap Mark.
“Hmmm..
mulut kakak sangat manis. Aku sayang kakak. Andai kita bukan adik dan
kakak, aku janji, aku pasti akan jatuh hati pada kakak!”, ucap Belinda, tersenyum menatap Mark.
“J”, Mark, tersenyum.
“Kakak, Andah masuk yaa..”, ucap Belinda.
“Yeah, good luck!”, balas Mark.
Angin berhembus, dedaunan
melintas melewati kehangatan para anak Adam dan Hawa. Kesedihan, duka dan lara
hampir tak terlihat dibaluti dengan satu senyuman yang terkumpul bersama satu
senyuman yang lainnya. Panas tak lagi terik. Hilang arah tak sampai datang pada
waktu yang ditunggu-tunggu. Semua keindahan menjadi satu. Deras waktu hangatkan
sang hati, sembuhkan perasaan yang dulu sempat hilang. Semua menggantung indah
mengaliri angan-angan. Detak jantung kian berdetak namun kekacauan gundah
melingkar terhenti menjadi serpihan rasa yang tersisa dan terpaku menjadi satu.
Di rumah…
“Address, kamu sungguh keterlaluan! Aku minta
mereka jangan terlalu dekat, tapi kamu malah mendekatkan mereka berdua..”,
jelas Mamma, khawatir.
“Maksud kamu apa sih? Mereka berdua adik dan
kakak, tutup mulut kamu! Sekali lagi kamu berfirasat buruk tentang mereka…”,
ucap Pappa, memotong pembicaraan.
“Address.. bukan begitu!!”, tekan Mamma.
“Sudahlah, lupakan!”, gertak Pappa.
Mamma bukan bermaksud berprasangka
buruk tentang Mark dan Belinda. Mamma hanya cemas Mark hilang arah. Sedangkan
Belinda? Dia masih kanak-kanak. Hanya seorang anak kecil yang beranjak remaja, pikirannya masih sangat
mudah dipengaruhi. Sedangkan Mark, dia lelaki dewasa, tapi
itulah yang Pappa tidak suka, Mamma menganggap Mark
lelaki dewasa di hadapan Belinda. Melupakan kalau Mark itu adalah seorang
kakak. Mereka adik dan kakak, mestipun sebenarnya Pappa pun melihat tatapan
yang berbeda dari mata Mark.
Keesokan
harinya…
“Belinda, Mark, kalian sudah siap?
Turunlah! Pappa tengah menunggu kalian.”, ucap Mamma, dengan nada
yang berbeda.
Belinda dan Mark
pun menuruni tangga secara bersamaan…
Menarik tangan Belinda, “You look more beautiful with your dress t-shirt!”, ucap Mark,
berbisik.
“Ehm…”, balas Belinda, terdiam.
Entah apa yang
terjadi pada Belinda. Belinda seperti canggung, memiliki rasa yang
sama seperti Mark. Belinda memang gadis pemalu, tapi
Mark berkata seperti itu karena Mark merasa heran, Belinda.. dia itu nakal,
gayanya seperti anak laki-laki, bisa dibilang tomboy. Lalu dalam rangka menyambut sang kakak pulang dari
Spain, Belinda keluar dari kamarnya
dan Mark melihat Belinda memakai dress.
Mark tersipu, Belinda terlihat anggun. Mark hanya ingin memuji Belinda saja, tapi.. begitulah tatapan Mark kepada Belinda. Mark membuat siapa saja
yang tidak mengenalnya merasa iri, dan membuat siapa saja yang mengenalnya
mencurigainya.
“Kalian sudah siap? Ayo segeralah pergi ke
bandara, jangan buat saudaramu menunggu lama!”, ucap Pappa.
“Baiklah Ppa, Mma…”, ucap Mark.
“Kita pergi!”, ucap Belinda, meneruskan.
“Hati-hati..”, ujar Mamma, cemas.
Kasihan
Mamma, dia kebingungan dengan situasi seperti ini. Entah apa yang Mamma takutkan, tapi jika Mamma
diam saja atau berpura-pura bahwa kedekatan Mark dan Belinda itu hal yang
wajar, Mamma akan salah, karena yang Mamma lihat dalam tatapan Mark, Mark
memiliki perasaan cinta pada Belinda, begitu juga Belinda. Jika
dibiarkan Mamma hanya takut mereka berdua memiliki perasaan cinta yang tak
wajar sebagai adik dan kakak.
Dalam
perjalanan…
“Kak, kakak
bilang kita akan baik-baik saja seperti adik dan kakak! Tapi.. tadi kakak kenapa bilang seperti itu?”, ungkap Belinda.
Mata Belinda
berkaca-kaca, penuh rasa tak karuan dalam perasaannya. Belinda hanya takut
nantinya Belinda sungguh-sungguh mencintai Mark, kakaknya sendiri.
“Bilang apa? You look more so beautiful? Oh yang itu… apa kakak
salah berkata seperti itu kepada kamu Belinda? Sampai-sampai kamu
mempertanyakannya seperti ini?”, jawab Mark, mengendarai mobilnya dengan
tenang.
“Jelas sangat salah kak. Kakak kenapa menatapku seperti itu?”, jelas Belinda.
“Sudahlah!”, seru Mark, menghentikan mobil,
menundukan kepalanya dan mengambilkan sabuk yang ada pada Belinda.
“Ish! Kakak apasih!”, bentak Belinda.
“Belinda! Kenapa sih? Kakak hanya ingin
membantu kamu memasang sabuk pengaman!”, jelas Mark, tegas.
“Tapi bukankah Belinda sudah pernah bilang,
Belinda gak suka pakai sabuk pengaman kak!”, ungkap Belinda,
menggertak.
“Berhenti bicara! Kali ini kita
akan pergi ke kota! Terserah! Kamu mau suka atau tidak yang
jelas ini demi keamanan bersama!”, tekan Mark, marah.
Mark sadar
kenapa Belinda seperti itu, tapi Mark benar-benar marah.
Mark bingung bagaimana ia bisa menjelaskan kejadian itu agar Belinda mengerti.
Mark memohon kepada Belinda untuk melupakan kejadian itu, tapi
sungguh, Mark tahu itu begitu tercela. Dalam hatinya yang paling dalam, penyesalan terus teringat. Bagaimana
tidak? Mungkin jika kejadian itu tidak pernah terjadi Mark dan Belinda akan
baik-baik saja. Malahan dengan mudahnya Mark bisa berada, bercanda dan berbagi dengan Belinda kapan pun dan dimana pun.
“Mau kakak apasih? Kakak bertindak seperti
orang yang bodoh! Maniac!!”, ucap
Belinda, melihat Mark.
“Bilang apa kamu? Kamu berani
bilang seperti itu pada kakakmu sendiri?!”, tanya Mark.
Mark mencoba
untuk tetap tenang tidak terbawa emosi karena sedang mengendarai mobilnya.
“Pantaskah aku panggil kamu kakak?!”, ujar Belinda, nada keras.
Kata-kata
itu seperti pisau tajam yang Belinda goreskan pada Mark. Bagaimana bisa Belinda
bicara hal seperti itu kepada kakaknya sendiri? Kakak yang dengan tulus menjaga
bahkan selalu menyayanginya dalam keadaan suka atau pun resah. Seperti pancaran yang berbinar dari mata Mark yang semua tahu itu adalah
bekas luka dari pisau yang Belinda goreskan. Lidahnya seperti senjata tajam
bahkan tak ada seorang pun yang mengajari Belinda bagaimana dan kapan benda
tajam itu boleh ia gunakan.
Emosi
seperti apa yang pantas Mark luapkan kepada adik tercintanya karena ucapan
buruk yang adiknya sampaikan? Tidak mungkin untuk kali pertamanya Mark
mengotori tangan halusnya untuk orang yang bahkan dia tidak akan pernah menjadi
musuh dalam kehidupan Mark bahkan orang itu seharusnya Mark lindungi. Mark tak
akan membalasnya, tapi jika kata-kata dapat mengajarinya Mark akan memulainya
agar Belinda dapat mempelajarinya.
“Apa? Ulangi??”, ucap Mark.
“Pantaskah aku panggil kamu kakak?”, ucap Belinda, lantang.
Teriak, “Kamu pikir aku akan tega membiarkan
kamu turun di tengah jalan perkotaan seperti ini?! Membiarkan kamu sendirian
yang tak tahu dimana arah untuk kembali pulang ke rumah?!!”, jelas Mark, emosi.
“Jangan berteriak lagi…”, ucap Belinda, menutup
telinga dan menangis.
“Sudah jangan menangis! Aku tidak suka melihat
seorang perempuan menangis..”, jelas Mark, perlahan.
“Maafin Andah kak,
maafin…”, ucap Belinda, tersedu-sedu.
Belinda sudah
tidak bisa lagi membendung air matanya. Air matanya berjatuhan seketika, ketika
Belinda mengucapkan kata “Kamu” pada Mark. Padahal 12 tahun lamanya
Belinda belum pernah memanggil kakaknya itu dengan sebutan kamu. Begitu juga
Mark, kapan Mark pernah berkata “Aku” pada kedua adiknya itu? Tidak pernah.
Belinda menangis tersedu-sedu di dalam mobil. Diambilkannya tissue oleh Mark.
“Sudah jangan menangis lagi.
Kamu yang memulainya Belinda... kamu yang buat kakak marah. Mengapa kamu
menangisi hal yang kamu buat sendiri??”, tutur Mark, terus mengendarai
mobilnya.
Jantung
Belinda seperti mau berhenti mendengar Mark berteriak yang membuat lajunya
semakin kencang dan tak beraturan. Belinda dibuat takut oleh Mark. Tak ada kata
yang sanggup Belinda utarakan. Suasana
begitu hening seketika. Setelah sampainya di bandara.
“Turunlah, kita sudah sampai..”, ucap Mark.
“Andah gak mau turun..”, balas Belinda, ketus.
“Belinda, ini tempat parkir!”, seru Mark,
bersabar.
“…”, Belinda, terdiam.
“Terserah, cepatlah turun!”, seru Mark, mulai
kesal.
“…”, Belinda, kembali terdiam.
“Kenapa diam? Ayo cepatlah turun!”, ucap Mark,
teriak.
“Tidak mau!”, seru Belinda.
“Ayolah Belinda lupakan! Kakak mohon!”, ujar
Mark.
“Kakak, apa itu yang kakak
bisa? Berbuat sesuatu lalu dengan mudahnya kakak
bilang lupakanlah…??!”, ungkap Belinda, dengan mata berbinar.
“Belinda, cepatlah keluar sekarang juga!”,
tekan Mark, geram.
“Belinda gak mau keluar kak, kakak saja yang pergi menemui Kak Violetta!”, ucap Belinda, membantah.
“Baiklah, jangan pernah salahkan kakak jika kamu kehabisan oksigen di ruangan ini!”, tekan Mark, jelas.
Mark
membuka pintu mobil dan menuruninya. Tepat sekali Mark berbalik, ternyata ada Nicky yang sedang
berdiri di belakang Mark. Mark terkejut, Mark pikir sudah lama Nicky
berada di belakangnya.
“Nico!! Sejak kapan kamu berdiri di situ?”,
tanya Mark, kaget.
Heran, “… Itu tidak penting! Sedang apa kalian
di sini?”, tanya Nicky, penuh kecurigaan.
“Ehmm??
Harusnya aku yang bertanya! Sedang apa kamu di airport ini??”, ucap Mark, membalikan pertanyaan.
“Sudahlah Mark, jangan bertanya membalikkan
pertanyaan! Jawab saja dengan baik dan benar, kenapa kamu berteriak kepada
adikmu seperti itu?”, tanya Nicky, emosi.
“Tidak ada urusannya denganmu!”,
ucap Mark, pergi.
Nicky yang Mark
kenal sejak lama, ia memang selalu ingin tahu apa yang terjadi. Nicky seperti
jadi tokoh utama yang bergosip, mulutnya manis seperti wanita. Begitu lemes
bagi seorang pria yang ingin tahu segala hal tentang kepribadian seseorang, tapi itulah yang membuat seorang Nicky terlihat cool di mata para wanita.
Memasuki mobil Mark, “Belinda, kamu tidak
apa-apa?”, tanya Nicky, tergesa-gesa.
“Tidak kak, aku baik!”, jawab
Belinda, membuang muka.
“Katakanlah apa yang terjadi! Kak Nick sudah
menduga ada yang tidak beres di antara kalian berdua!!”, ucap Nicky.
Mengalihkan perhatiannya, “Tidak beres? Maksud Kak Nick apa?”, ujar
Belinda, dengan nada kerasnya.
“Sebaiknya kita jangan terlalu lama di dalam
sini! Kita bisa mati kehabisan oksigen! Ayo keluar!!”, ujar Nicky, meluluhkan
hati Belinda.
Terdiam, “Baiklah kak!”, seru Belinda.
Belinda dan Nicky pun keluar dari tempat parkir menuju Café Airport Harley.
“Duduklah Belinda..”, ucap Nicky.
“Terima kasih kak!”,
seru Belinda.
“Ceritakanlah…”, ujar Nicky, menatap Belinda.
Melihat Nicky, “Ceritakanlah apa?!”, tanya
Belinda, menggertak.
“Sudahlah Belinda, sampai kapan kamu akan
berpura-pura terus seperti ini?”, ungkap Nicky.
“Apanya yang berpura-pura?”, jawab Belinda,
mengelak.
“Ayolah, jangan anggap kakak
orang lain!”, seru Nicky.
Terdiam, “Maaf kak,
Andah lupa! Kalau sekarang harusnya Andah ada di Terminal 2
untuk menjemput Kak Violetta dan Andah harus pergi sekarang! Apa kakak
ke sini untuk menjemput Kak Violetta juga? Kalau begitu.. pergilah bersamaku
sekarang!”, ujar Belinda, berdiri dari kursi yang ia duduki.
“Kamu memang pintar mencari
alasan!!”, ucap Nicky, pergi.
Setelah sampai
di depan pintu airport. Belum sempat Belinda dan Nicky memasuki gedung tersebut, tapi Mark dan
sang adik, Violetta, telah tampak dari kejauhan.
“…”, Mark terdiam, berdiri di
samping Violetta.
Lagi dan lagi,
Nicky merasa curiga kepada Mark. Mark yang mengetahui sifat Nicky, sahabatnya
itu sejak lama, ia tak ingin ambil pusing. Mark meneruskan soal kecurigaan
Nicky tersebut. Mark tahu apa yang ada dipikiran Nicky
tentang dirinya dan Belinda. Mark tidak seburuk yang Nicky pikirkan. Mark sadar diri siapa dia, bagaimana seharusnya ia bersifat, tapi Nicky terus saja mencurigai dan berusaha mencari tahu kebenarannya. Akhirnya, Mark memutuskan untuk
mengerjai Nicky dengan bicara terang-terangan, tapi
sungguh Belinda telah membuat Mark jatuh hati kepadanya.
“…”, Nicky, menatap Mark dengan curiga.
“Belinda.. benarkah ini kamu?”, ucap Violetta,
yang tak menyangka Belinda tumbuh menjadi gadis
yang cantik nan manis.
Tersenyum, “Kak Violetta..”, haru Belinda,
memeluk.
“Kamu sangat pintar memainkan situasi
Belinda..”, ucap Mark, dalam hati.
“Berhentilah menatap adikmu seperti itu! Hmm.. aku sangat membencinya!”, ucap
Nicky, berbisik.
“Tutup mulutmu Nicky!”, bisik Mark, menggertak.
“Kita harus bicara..”, ujar Nicky.
Violetta
merasakan keanehan pada Nicky dan Mark. Mereka seperti sedang tidak akur, sedangkan Belinda hanya bisa diam karena
Belinda tahu apa yang mereka permasalahkan.
“Ehmm, Kak
Nick..”, sapa Violetta, heran.
“Hey
Violetta, lama tak berjumpa! Bagaimana kabarmu?”, tanya Nicky.
Tersenyum, “Sangat baik kak,
bagaimana dengan Kak Nick?”, balas Violetta.
“Hahah seperti yang kamu lihat sekarang ini,
aku selalu baik..”, jawab Nicky, kegirangan.
“Yeah!
Aku tahu.. oh yeah, Belinda kalian
datang bersamaan?”, ucap Violetta.
“Iyaa kak. Ayo
kak kita pulang sekarang.. Mamma tengah menunggu
di rumah!”, seru Belinda, menarik tangan.
“Baiklah, ayo..”, ujar Violetta, tersenyum.
“Okay..
kalian tunggu di pintu II, kita akan pergi ke parkiran. Ayo Nico!”, seru Mark.
“#@$%??”, Nicky terdiam, tak
menyangka Mark pandai ber-acting
juga, pikirnya.
Menatap langit
biru, mengharumkan wangi sang angin yang membawa dedaunan jatuh berguguran.
Harumnya dedaunan yang Violetta rasakan sejak kecil lantas menjumpainya. Memandupadankan langkah sang kaki yang
membawanya sampai pada tanah air. Bertemu dengan orang-orang
yang Violetta sayangi itu adalah
satu tujuan mengapa Violetta
sampai mengejar mimpi di benua Eropa sana, hanya untuk memberikan kebanggaan
pada orang-orang yang ada di sampingnya.
“Nico, kamu tahu? Siang dan malam aku hanya
memikirkannya, tanpa suatu peringatan, aku selalu pergi bersamanya..
menjaganya.. dan menatapnya!”, jelas Mark, membuka pintu mobil.
“Siapa yang kamu maksud?!”, ucap Nicky, menarik
baju Mark.
Berbalik, “Belinda!”, jawab Mark.
Menariknya kembali dan memukul
Mark, “Loser..!”, ucap Nicky,
memasuki mobil lalu pergi.
Wajar saja Nicky
melakukan itu pada Mark, memukulnya, malahan bertindak kasar pada Mark. Dalam
kebudayaan dan kepercayaannya, tak boleh ada rasa cinta yang tak layak bagi
seorang kakak dan adik kandung. Bila itu terdapat pada salah satu di antaranya,
sebaiknya cepat bertindak sebelum perasaan itu semakin melekat di antara satu
atau keduanya. Karena jika tidak, karmalah yang akan datang kepadanya. Bahkan semua pengetahuan tentang kebudayaan, agama, ilmu biologi, dan sosiologi
pun melarang akan hal itu,
jadi wajar jika semua khawatir
pada Belinda dan juga Mark.
“Hey,
apa lama?”, menghentikan mobilnya, “Violetta masuklah! Biar Belinda dengan
Mark!”, ujar Nicky, membukakan pintu.
“Baiklah.. Belinda kamu dengan Kak Mark yaa?!”,
ujar Violetta, tersenyum.
“Yeah kak, Kak Nick.. carefully drive yaa!”, sahut Belinda.
Nicky dan
Violetta pun pergi lebih
dahulu, tinggallah Mark dan
Belinda…
“Masuklah, jangan lupa pakai sabuk
pengamannya..”, ucap Mark, membuka pintu mobil.
“Terima kasih kak!”,
ujar Belinda, masuk mobil.
Mark hanya diam
dan tetap fokus mengendarai mobilnya dengan sangat tenang.
Wajah Mark dipenuhi dengan kekosongan, pikiran Mark melayang. Mark seperti
kebingungan, ia tak menyangka ini terjadi, dan keadaan pun seperti sandiwara
yang Mark rasakan.
“Kak Mark.. bibir kakak berdarah??!”, ucap Belinda, kaget.
Tak sedikit pun ada rasa benci di hati Belinda. Belinda hanya merasakan malu pada dirinya sendiri. Belinda peduli pada
Mark. Apapun yang terjadi Mark tetap kakak kesayangan bagi Belinda
yang sejak kecil selalu mengajaknya bermain, menemaninya, bahkan menjaga
Belinda disaat ia dalam bahaya. Mark hanya membalasnya dengan senyuman. Mark bodoh melakukan itu, jika kejadian itu tidak pernah terjadi pasti
Mark dan Belinda juga keluarga tetap rukun dan harmonis, tapi
ini jalannya. Belinda memaafkan dan melupakan itu,
tapi Belinda malu untuk berpura-pura bahwa itu semua tidak terjadi.
“Kakak berkelahi? Dengan Kak Nick??”, ucap
Belinda, membasuh luka Mark.
Menghentikan mobilnya dan memegang
tangan Belinda, “Tidak usah!”, ucap Mark, meneruskan perjalanan.
Entahlah,
Mark sedang dalam keeadaan yang tidak begitu mengenakan. Setelah tibanya di rumah…
“Hey,
kalian dari mana saja? Kakak mengemudikan mobilnya sangat lama..”, ucap
Violetta, tersenyum.
“Kak rasa, mobil yang kamu tumpangilah yang
terlalu bersemangat..!”, ujar Mark, tersenyum.
“Apa maksudnya?”, ucap Nicky, dalam hati.
Tersenyum, “Hmm.. ayo kita masuk!”, ujar Violetta.
Mereka memasuki
rumah bersama-sama. Sementara di dalam Mamma dan Pappa telah bersiap
menyambut kedatangan Violetta.
Membuka pintu, “Hello Mma, Ppa, I’m coming
home..”, ucap Violetta, teriak.
“Violetta,
long time no see, how are you honey?”,
ujar Mamma, memeluk.
“I’m so
fine Mom.. Hello Papp!”, seru
Violetta, memeluk.
“Violetta duduklah! Kenapa kalian sangat lama
sekali?”, tanya Pappa, memandang Violetta.
“Ya Ppa.. tidak tahu nih Kak Mark, aku menunggu
sampai jam. 09..”, jawab Violetta.
“Jam. 09? Belinda, Mark, bukankah kalian sudah
berangkat dari jam. 06?”, tanya Pappa, melihat Mark.
“Kenapa bisa sampai jam. 09? Harusnya
perjalanan hanya sampai 1 ½ jam saja?”, ucap Mamma, meneruskan.
“Maaf Om, Tante, Belinda dan Mark menunggu aku
dulu!”, jawab Nicky, menutupi.
“Selama itu?”, tanya Pappa, heran.
“Yeah,
karena macet! Biasalah Om perkotaan!”, jawab Nicky, menyangkal.
“Benarkah kak?
Macet?? Tapi waktu tadi kita pulang, bukankah lancar-lancar saja? Oh yeah, Vio
tahu.. Kak Mark pasti mengemudikannya dengan sangat lambat, seperti tadi bukan?! Makanya bisa sampai selambat itu! Tapi tidak apalah Ppa, yang penting kan sekarang kami sudah pulang!”, mengalihkan perhatian, “Belinda.. sejak kapan kamu jadi anak yang
sangat tenang seperti ini??”, ujar Violetta, menggoda.
“Ehm hahah kakak ini.. aku hanya ingin melihat canda tawa kakak saja hari ini. Andah sungguh sangat
merindukan kakak!”, jawab Belinda, haru.
0 comments:
Post a Comment
"Thank You For Reading."